Jakarta, bukti.id - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim akhirnya mencoret Putera Sampoerna Foundation bersama Tanoto Foundation dari daftar organisasi penggerak yang mendapat suntikan dana dari APBN. Namun begitu, kedua lembaga yang memicu kontroversi kebijakan Kemendikbud itu tetap mengikuti Program Organisasi Penggerak (POP) dengan biaya mandiri.
Sebelumnya, Putera Sampoerna Foundation bersama Tanoto Foundation masuk dalam POP sebagai organisasi kategori Gajah yang aka menerima dana Rp 20 miliar dari Kemendikbud untuk program pelatihannya. Nadiem menyampaikan, dua lembaga itu tetap ikut POP meski sudah dipastikan batal mendapatkan dana tersebut karena mendukung suksesnya program ini.
"Kami telah menyarankan Putera Sampoerna Foundation juga dapat menggunakan pembiayaan mandiri tanpa dana APBN dalam Program Organisasi Penggerak dan mereka menyambut baik saran tersebut. Dengan demikian, harapan kami ini akan menjawab kecemasan masyarakat mengenai potensi konflik kepentingan dan isu kelayakan hibah yang sekarang dapat dialihkan kepada organisasi yang lebih membutuhkan,” kata Nadiem di Jakarta, dikutip dari keterangan persnya.
Nadiem menjelaskan alasan Kemendikbud bermitra dengan para penggerak pendidikan adalah untuk menghasilkan inovasi-inovasi yang bisa dipelajari oleh pemerintah serta diterapkan skala nasional.
"Itulah tujuan dari POP, agar Kemdikbud bisa belajar dari masyarakat pergerakan pendidikan. Hanya satu visi kami, mencari jurus dan pola terbaik untuk pendidikan Indonesia," ujarnya.
Founder Go-Jek ini mengatakan pekan lalu melakukan penundaan sementara dan evaluasi lanjutan. Namun, polemik serta kebingungan masih terjadi di masyarakat.
Putera Sampoerna Fondation merupakan organisasi di bawah naungan PT HM Sampoerna yang diubah menjadi bisnis sosial di bidang pendidikan pada tahun 2015. Adapun Tanoto Foundation adalah lembaga filantropi yang didirikan oleh Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto berfokus pada penanggulangan kemiskinan melalui dukungan terhadap pendidikan, pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan kualitas hidup.
Nadiem pun merasa harus mengklarifikasi bahwa Kemendikbud dan kedua organisasi tersebut telah sepakat bahwa mereka tidak akan mengggunakan dana APBN sepeserpun, dan akan mendanai sendiri program mereka.
"Harapan kami ini akan menjawab kekhawatiran masyarakat terkait konflik kepentingan dan isu kelayakan hibah yang saat ini bisa dialihkan kepada organisasi yang lebih membutuhkan," tegasnya.
Mendikbud melanjutkan, organisasi yang menanggung biaya pelaksanaan program secara mandiri nantinya tidak wajib mematuhi semua persyaratan pelaporan keuangan seperti partisipan Program Organisasi Penggerak lainnya. Namun demikin, , Kemendikbud tetap akan meminta laporan pengukuran keberhasilan program dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik.
Instrumen pengukuran yang digunakan antara lain Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter untuk SD dan SMP atau Instrumen capaian pertumbuhan dan perkembangan anak untuk PAUD.
“Sekali lagi, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan perhatian besar terhadap program ini. Kami yakin penguatan gotong-royong membangun pendidikan ini dapat mempercepat reformasi pendidikan nasional yang diharapkan kita semua," tutup Nadiem.
LP Maarif NU Merasa Aneh
Sementara Ketua Lembaga Pendidikan Maarif NU, KH Arifin Junaidi justru merasa aneh dengan klarifikasi Mendikbud soal dua lembaga yang akhirnya menggunakan biaya mandiri. Pasalnya, menurut Arifin, akan lebih baik bagi kedua organisasi tersebut untuk tidak perlu bergabung di POP kalau ujungnya tetap harus menggunakan dana sendiri.
"Saya sudah minta, kalau memang Tanoto menggunakan dana sendiri, bahkan dibilang dari yang Gajah itu, ya dikeluarkan saja dari daftar itu. Yang daftar ke situ yang mau mengajukan dana hibah dari POP kok. Kalau pakai dana sendiri ya ngapain?" kata Arifin.
Selain itu, menurut dia program yang terdapat dari organisasi yang lolos POP terlalu bervariasi sehingga tidak jelas tujuan akhirnya. Arifin menilai, Kemendikbud harus memperjelas program apa yang mau diperoleh dari POP ini. Sebab, jika tujuan akhir program secara umum tidak jelas, pihaknya bingung bagaimana melaksanakan program nantinya.
Arifin berharap organisasi yang lolos ke dalam POP ini haruslah kredibel. "Sesuai namanya, yang benar-benar bisa menggerakkan. Jadi jangan organisasi tidak jelas," kata Arifin
Menanggapi polemik kebijakan POP, menurutnya, Mendikbud Nadiem Makarim perlu memperbaiki akar masalah yang ada di program tersebut.
“Bukan sekadar meminta maaf kepada kami, yang penting itu kalau memang Mas Nadiem menyadari kesalahannya, segera lakukan langkah-langkah untuk memperbaikinya. Itu lebih penting dari sekadar minta maaf," kata Arifin, Selasa (28/7/2020).
Untuk diketahui, Nahdlatul Ulama beserta dua organisasi masyarakat lain, Muhammadiyah dan Persatuan Guru RI (PGRI) telah memutuskan keluar dari POP. Kontroversi keterlibatan dua organisasi kategori Gajah tadi dan mubazir anggaran negara menjadi alasan ketiga ormas tersebut hengkang. (ara)
Editor : Tudji