x iklan_super_apps
x iklan_super_apps

Mengejutkan! Juli-September Data Prostitusi Anak Meningkat

Avatar bukti.id
bukti.id
Sabtu, 03 Okt 2020 06:32 WIB
Peristiwa
bukti.id leaderboard

Jakarta, bukti.id,- Akibat pandemi berpengaruh pada semua lini kehidupan, tak terkcuali masalah pada anak-anak. Salah satu yang mengundang keprihatinan adalah masalah anak. Dalam data KPAI per 31 Agustus, anak korban TPPO dan Eksploitasi berjumlah 88 kasus dengan didominasi oleh anak korban eksploitasi pekerja anak sebanyak 18 kasus. Sementara anak korban prostitusi 13 kasus, dan selebihnya anak korban perdagangan, anak korban adopsi illegal, anak korban Eksploitasi seks komersial anak dan anak (pelaku) rekruitmen ESKA dan Prostitusi.

Secara khusus, KPAI memantau sejak bulan Juli sd September tahun 2020 pada 9 kasus di berbagai kota/kabupaten (Ambon, Paser, Madiun, Pontianak, Bangka Selatan, Pematang Siantar, Padang, Tulang Bawang Lampung dan Batam Kepri) dengan jumlah 52 korban, serta terdapat pula belasan pelaku rekruitmen dan saksi anak di bawah umur. Padahal sejalan dengan masa pandemi anak harus sepenuhnya berada di rumah bersama orang tua dan mematuhi protokol kesehatan, anak terpenuhi hak pendidikan dan pengasuhannya.

Dalam pantauan tersebut ada beberapa temuan yang mengejutkan, sepuluh poin, di antaranya, adalah yang pertama jumlah korban prostitusi yang melibatkan anak rata-rata lebih dari satu orang pada setiap kasusnya, dengan trend anak perempuan usia paling rendah 12 tahun sampai dengan 18 tahun.

Pada hampir semua peristiwa melibatkan mucikari atau penghubung dengan ragam subjek pelaku, misalnya bertindak sebagai Bos dan jaringannya yang menjalankan peran masing-masing, sehingga menjadi sebuah sindikat. Selain itu pola "teman menjual teman" dalam lingkungan sebaya juga sangat menonjol dan trend saat ini mucikari merangkap sebagai pacar, hingga terlibat hidup bersama (kumpul kebo) agar mudah memperdaya korban . Serta mucikari yang mencabuli terlebih dahulu para korban sebelum dijual, sehingga anak terus dimanfaatkan dan mendapatkan kekerasan.

Dengan demikian “mucikari” menjadi mata rantai perdagangan manusia yang mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda dengan megeksploitasi anak secara seksual dalam prostitusi.

Media sosial merupakan jalur utama cara “merekrut” korban hingga sampai kepada pelanggan. Semua motif prostitusi pada anak ini dilatarbelakangi oleh masalah yang cukup beragam. Namun didominasi oleh pemanfaatan anak dalam situasi rentan, misalnya mereka yang membutuhkan pekerjaan, direkrut kemudian ditampung untuk dipekerjakan, padahal dilibatkan prostitusi. 

Meski demikian, korban saat ini sudah berada dalam perlindungan layanan Pemerintah Daerah setempat, baik P2TP2A, serta Panti Sosial yang menangani perempuan dan anak untuk dilakukan pemulihan dan penanganan serta memastikan pemenuhan hak-hak anak, terutama kesehatan fisik dan psikologis.

Saat ini proses hukum anak sedang berjalan dan hampir seluruhnya menggunakan UU NO 35/20014 tentang Perlindungan Anak pasal  76D  dan pasal 81 yang pidanannya minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun plus denda. Namun demikian KPAI melihat kejahatan Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam kasus-kasus ini sangat kental, sehingga KPAI menghimbau pada Aparat baik Kepolisian dan Kejaksaan untuk senantiasa mencermati adanya cara proses dan tujuan anak diekploitasi secara seksual yang ditunjukkan oleh UU No 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang menjadi bagian penting penegakkan hukum serta pemenuhan Hak Restitusi.

KPAI menyerukan kepada keluarga untuk selalu mengawasi, membimbing dan mengasuh anak-anak dalam situasi dan kondisi yang saat ini dihadapi untuk menekan dan menghindari pola-pola baru jenis TPPO dan kejahatan seksual pada anak. Situasi pandemi dan kelekatan anak dengan dunia digital membutuhkan edukasi dan parental skill dalam berinternet secara sehat di dalam rumah.

Selain itu, juga merekomendasikan kepada KPPPA untuk melakukan langkah-langkah koordinatif terukur dalam respon kasus  prostitusi anak sehingga penanganan antar pemangku kepentingan segera dilakukan di berbagai daerah.

KPAI juga mengajak untuk awas dan waspada pada ledakan pekerja anak di era pandemi ini agar jaminan hak pendidikan anak-anak harus benar-benar dipenuhi,. Demikian juga dengan penguatan skill dan penempatan lapangan kerja baru harus menjadi pintu masuk agar dapat menekan anak dan remaja agar tidak terlibat dalam pekerjaan terburuk anak .

Dalam waktu dekat, KPAI mendesak segera merealisasikan Indonesia bebas pekerja anak sebagaimana tertuang dalam Road Map Bebas Pekerja Anak Tahun 2022, bahwa Kemenaker, KPPPA, Kemensos dan Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten mengintegrasikan kebijakan untuk upaya menghapus pekerja anak. (rls/rhm)

 

Editor : Rahma

bukti.id horizontal
Artikel Terbaru
Minggu, 21 Apr 2024 19:32 WIB | Seni Budaya
FPK Jatim gelar halal bihalal dihadiri sejumlah seniman dan budayawan. ...
Selasa, 16 Apr 2024 10:32 WIB | Hukum
KPK tetapkan Bupati Sidoarjo, Gus Muhdlor sebagai tersangka kasus korupsi di BPPD Sidoarjo. ...
Sabtu, 30 Mar 2024 19:23 WIB | Seni Budaya
Mengulang kegiatan tahun sebelumnya, FPK Pasuruan gelar Tadarus Puisi di Bulan Suci. ...