x iklan_super_apps
x iklan_super_apps

Patgulipat Sembako Murah. Apa Masih Ada...

Avatar bukti.id
bukti.id
Kamis, 10 Jun 2021 20:41 WIB
Ekonomi
bukti.id leaderboard

Jakarta, bukti.id – Pandemi Covid-19 entah kapan berakhir? Masyarakat sudah dapat slentingan baru. Sejumlah sembako bakal terkena PPN 12 persen. Alamak...

Sembilan bahan pokok alias sembako merupakan barang yang sangat dibutuhkan oleh rakyat. Sebelumnya tidak dikenakan PPN, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 144 Tahun 2000 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017.

Nah, terkini, Pemerintah berencana akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sejumlah sembako. Ketentuan PPN sembako ini telah diterbitkan dalam Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Mengacu Pasal 4A RUU KUP, Kamis (10/6/2021), sembako dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN.

Dengan begitu, ada 13 kategori sembako pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017 yang nantinya akan dikenai PPN, di antaranya; Beras dan Gabah, Jagung, Sagu, Kedelai, Garam Konsumsi, Daging, Telur, Susu, Buah-buahan, Sayur-sayuran, Ubi-ubian, da Bumbu-bumbuan, serta Gula Konsumsi.

Tak hanya sembako, jenis barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, juga kini dihapus dari daftar pengecualian PPN.

Mengutip PP Nomor 144/2000, berikut daftar hasil pertambangan/pengeboran yang akan dikenakan PPN. Yakni; Minyak Mentah (crude oil), Gas Bumi, Panas Bumi, Pasir dan Kerikil, Batubara sebelum diproses menjadi Briket Batubara, serta kelompok Bijih Besi, Bijih Timah, Bijih Emas, Bijih Tembaga, Bijih Nikel, dan Bijih Perak serta Bijih Bauksit.

Adapun besaran tarif PPN seperti diatur dalam Pasal 7 RUU KUP adalah 12 persen. Tarif PPN sendiri dapat diubah jadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen.

 

Jangan termakan hoaks, begitu pesan Bu Menteri Keuangan
 

Wacana sejumlah sembako terkena PPN 12 persen, disadari atau tidak, membuat masyarakat cemas dan gemas.

Karena itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati meminta, kepada masyarakat agar tidak terpancing mengenai informasi miring terkait pengenaan tarif PPN untuk sembako. Apalagi isu ini dibenturkan dengan insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk roda empat.

“Seolah-olah PPnBM mobil diberikan lalu sembako dipajakin, ini teknik hoaks yang bagus banget. Jadi kita perlu menyeimbangkan,” ujar Sri Mulyani saat rapat kerja bersama dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, di Jakarta, Kamis (10/4/2021).

Menkeu juga berharap kepada Komisi XI DPR RI, agar ikut membantu pemerintah dalam mengawal berbagai anggapan miring tersebut. Jangan sampai hal tersebut kemudian menjadi bola liar dan diterima mentah-mentah oleh masyarakat.

“Saya mohon kepada seluruh pimpinan Komisi XI untuk kita mengawal dari tadi yang ditanyakan,” pinta Sri Mulyani.

Sebelumnya, Sri Mulyani mengaku, siap membahas sekaligus menjelaskan kepada DPR mengenai revisi perpajakan. Revisi perpajakan masuk di dalam Rancangan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

“Nah ini yang ingin kita nanti akan dijelaskan pada saat kita membahas RUU KUP dengan komisi XI DPR,” tegas Menkeu.

Pembahasan RUU KUP sendiri tergantung nanti dengan pimpinan DPR pada saat penutupan masa sidang Paripurna. Dan sesudahnya akan dibahas secara bersama-sama oleh Komisi XI DPR RI.

“Nanti kita bisa melihat secara keseluruhannya dan di situ kita bisa bahas mengenai apakah timing-nya harus sekarang? Apakah pondasinya harus seperti ini?,” jelas Sri Mulyani.

 

Kemenkeu: Tak bikin sembako naik

 

Mendukung pernyataan ‘bos'-nya, Staf Khusus Menkeu Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, kepada jurnalis menyatakan, pemerintah tak akan sembarangan memberikan tarif PPN untuk barang pokok seperti sembako.

Pengenaan tarif PPN ini juga membuka opsi pengecualian untuk barang kebutuhan umum masyarakat seperti sembako. Yustinus mengklaim, pemberian pajak itu tak akan banyak mengganggu harga sembako di pasaran.

“Mustinya tidak berpengaruh pada kenaikan harga. Kalau untuk kelompok kaya tadi bisa jadi memang ada kenaikan, tapi yang membeli kan memang kelompok yang penghasilannya juga tinggi,” kata Yustinus, seperti dikutip Liputan6.com, Kamis (10/6/2021).

Yustinus pun menyakinkan, pemerintah juga telah memperhatikan program pemulihan ekonomi dalam rencana tarif PPN sembako. Sehingga ia memastikan kebijakan tersebut betul-betul akan seiring dengan tahap pemulihan ekonomi.

“Tidak mungkin lah pemerintah ini sedang merancang pemulihan ekonomi kok malah mau dibunuh sendiri. Sudah pasti timing-nya pasti diperhatikan,” kilah Yustinus.

Saat ini, tambah Yustinus, pemerintah masih menunggu ketok palu dari DPR agar tarif PPN sembako dan RUU KUP bisa diberlakukan. Namun, dirinya belum bisa menyebutkan kapan pemerintah akan bertemu dengan DPR untuk mendengarkan segala masukan.

 

YLKI: Rencana yang tak manusiawi

Reaksi keras diungkapkan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi terkait rencana pemerintah menarik tarif PPN untuk bahan pangan. YLKI menolak rencana tersebut.

Menurut Tulus, rencana tersebut sangat tidak manusiawi. Di tengah pandemi Covid-19, daya beli masyarakat sedang turun drastis. Seharusnya langkah yang diberikan diberi insentif perpajakan tetapi ini justru sebaiknya.

“Wacana ini jelas menjadi wacana kebijakan yang tidak manusiawi,” tegas Tulus dalam pernyataanya, Kamis (10/6/2021).

Tulus mengatakan, pengenaan PPN akan menjadi beban baru bagi masyarakat dan konsumen, berupa kenaikan harga kebutuhan pokok. Belum lagi jika ada distorsi pasar, maka kenaikannya akan semakin tinggi.

Di samping itu, pengenaan PPN pada bahan pangan juga bisa menjadi ancaman terhadap keamanan pasokan pangan pada masyarakat.

“Karena itu, wacana ini harus dibatalkan. Pemerintah seharusnya lebih kreatif, jika alasannya untuk menggali pendapatan dana APBN,” seru Yustinus.

Padahal, papar Yustimus, untuk menggali pendapatan, pemerintah bisa menaikkan cukai rokok yang lebih signifikan. Sebab dengan kenaikan cukai rokok, potensinya bisa mencapai Rp200 triliun lebih. Selain itu juga, akan berdampak positif terhadap masyarakat menengah bawah, agar mengurangi konsumsi rokoknya, dan mengalokasikan untuk keperluan bahan pangan. (hed)

Editor : heddyawan

bukti.id horizontal
Artikel Terbaru
Selasa, 07 Mei 2024 04:08 WIB | Hukum
KPK resmi tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor atas dugaan kasus pemotongan insentif ASN Pemkab Sidoarjo. ...
Kamis, 02 Mei 2024 02:20 WIB | Peristiwa
Pemprov Jatim janji fasilitasi buruh Jatim dialog ke ...
Kamis, 02 Mei 2024 01:05 WIB | Hukum
Mahkamah Konstitusi gelar sidang PHPU sengketa Pileg 2024 dari sejumlah Parpol. ...