x iklan_super_apps
x iklan_super_apps

Eksis Produktif Berkarya. Irwanto Masih Akrab Geluti Cat, Kuas dan Kanvas

Avatar bukti.id
bukti.id
Selasa, 03 Okt 2023 15:55 WIB
Seni Budaya
bukti.id leaderboard

Sidoarjo,- Dua pemuda menghentikan laju sepeda motornya persis di depan Alun-alun Sidoarjo. Clingak-clinguk, mencari seseorang untuk bisa ditanyai. Rupanya mereka hendak menanyakan lokasi alamat.

Benar juga. Tak seberapa lama, penjual pentol bersepeda dan penarik bentor, nyaris datang beriringan, mendekati tempat pemuda itu berhenti sesaat.

“Mas, mau tanya kalau ke Kampoeng Seni arah rutenya kemana?” tanya pemuda.

“Waduh maaf mas, saya gak paham. Krungu jenenge ae sektas iki (dengar nama Kampoeng Seni baru kali ini). Cak be’e spean ngerti nggone, spean lak wong lawas asli Sidoarjo hare... (Cak mungkin kamu tahu tempatnya, kan kamu orang lama dan asli Sidoarjo),” ujar penjual pentol melempar tanya ke penarik bentor.

“Oalah, aku gak ngerti persise, mas. Cobak takok nang daerah Perumahan Pondok Mutiara. Cuman aku yoo gak eruh ijek onok opo gak kampung iku. (Saya tidak tahu pasti. Coba tanya di daerah Perumahan Pondok Mutiara. Tapi saya juga tidak tahu masih ada atau tidak kampung itu)” balas penarik bentor.

Selanjutnya, pria yang berusia lebih dari setengah abad itu, memberikan arahan rute jalan yang menuju ke Perumahan Pondok Mutiara.

Bukannya kedua pemuda tersebut gagap teknologi alias gaptek. Tidak mengetahui kecanggihan handphone dengan dukungan sinyal internet kuat. Hanya saja, saat dia surfing di mesin mencari lokasi dengan kata kunci ‘Kampoeng Seni Sidoarjo’, yang ditunjukkan hasil adalah tempat lain. Justru ‘Kampoeng Seni Sidoarjo’ berstatus “Tutup Permanen”.

Penggalan cerita diatas bukanlah sebuah sinopsis drama atau sinetron televisi, tapi realita yang terjadi saat ini tentang keberadaan Kampoeng Seni Sidoarjo. Jika boleh disebut, tempat ini yang dulunya ‘gahar’ berangsur-angsur ‘redup’, mati suri. Nyaris ibarat lokasi ‘pembuangan’ barang rongsokan meski bangunannya kokoh.

Ironis, Pemerintah Daerah (Pemda) Sidoarjo seakan ‘mengabaikan’ jika memiliki Kampoeng Seni Sidoarjo sebagai ikon wisata di Kota Delta tersebut. Rupanya ini tidak berjalan sesuai tujuan awal, mengingat kurangnya perhatian dari Pemda setempat, khususnya Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata Kabupaten (Disporaparkab) Sidoarjo, serta warga Sidoarjo sendiri. Kini keberadaan Kampoeng Seni Sidoarjo tidak banyak diketahui orang, termasuk warga Sidoarjo.

Tamu undangan saat pembukaan galeri lukis dan peresmian Yayasan Sanggar Seni Lukis Irwanto (YSSLI) di Kampoeng Seni Sidoarjo beberapa waktu lalu (foto: knis)

Kampoeng Seni Sidoarjo bukanlah mati alias “Tutup Permanen”. Hingga kini, masih ada aktifitas disana. Setidaknya, ada ‘segelintir’ seniman yang masih setia bertahan dan menghasilkan karya seni.

Satu diantaranya, seniman lukis. Irwanto. Sosok yang merupakan salah satu seniman lukis dan masih produktif dalam berkarya di Kampoeng Seni.

Di bawah gazebo yang diberi nama Posko Pantau Kampoeng Seni, pria kelahiran Madiun pada 13 Maret 1955 itu, bercerita tentang kisah ‘kelahiran’ Kampoeng Seni Sidoarjo.

“Awal berdiri pada 2004 diresmikan oleh Bupati Sidoarjo Win Hendrarso dengan sebutan Pasar Seni, untuk dijadikan salah satu ikon wisata di Kota Sidoarjo. Ketika awal dibuka, setiap hari sejak pagi hinga malam sampai ketemu pagi lagi, keadaannya selalu rame. Ya penghuni ya pengunjung, nyaris tak pernah tidur, termasuk pula perputaran uang hasil transaksi penjualan berbagai karya,” kenang Irwanto.

Irwanto menengadah ke atas, dan melanjutkan cerita. Nah, sejak tragedi Lumpur Lapindo, sekitar akhir Mei 2006, Sidoarjo guncang. Efek biasnya juga dirasakan Kampoeng Seni Sidoarjo. Meski ada sebagian seniman yang boyongan dan berkarya disitu, toh tidak mampu mendokrak kegaharan Kampoeng Seni Sidoarjo.

“Pengunjung berangsur berkurang, pembeli pun tiada datang. Untuk menutupi kebutuhan hidup, kami harus memutar otak, diantaranya menjual karya lukis dengan harga rendah,” ujar dia.

Bahkan, lanjut dia, semakin hari kian sepi, satu persatu seniman lukis dan pelaku seni lain, mulai kembali mencari sumber rejeki di tempat baru. Diketahui ada yang hengkang ke Jakarta, Bali, Semarang, Bandung, dan Kalimantan.

Irwanto tak ciut nyali. Seniman yang masih ‘mencintai’ rambut gondrongnya itu bertekad ingin menumbuhkan kembali pamor kegaharan Kampoeng Seni Sidoarjo.

“Kampoeng Seni Sidoarjo harus ada geliatnya. Biar semua penikmat seni atau masyarakat umum mengetahui keberadaan ikon wisata ini, dan biar mereka nggak kesasar lagi,” harap dia, seraya menyebut jika dia dan para anak didiknya bakal membuka kelas belajar melukis berbagai usia di lokasi itu.

“Soal teknis pelaksaan akan kami segera matangkan, dan ini butuh dukungan Pemkab Sidoarjo dan berbagai pihak, karena lebih mengarah ke soal sosial. Terpenting, bisa mengangkat seni lukis di Sidoarjo yang berangkat dari Kampoeng Seni,” ujar dia antusias.

Di dunia seni lukis tanah air, nama Irwanto bukan tidak mungkin disejajarkan dengan seniman lukis papan atas. Ini karena karya lukisnya yang mendunia, dipajang di ruang tamu para penikmat lukis di luar negeri.

Irwanto dan pengurus inti Yayasan Sanggar Seni Lukis Irwanto saat peresmian galeri lukis dan YSSLI di Kampoeng Seni Sidoarjo (foto: knis)

Darah seni lukis diakui pria alumni Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini. Sejak kelas 4 Sekolah Dasar Irwanto kecil dipercaya gurunya untuk menggambar peta dunia atau atlas pada dinding sejumlah ruang kelas.

Irwanto semakin mantab jika aliran darah berkesenian ‘meracuni’ otak dan organ tubuhnya. Berbagi lomba lukis tingkat dasar tak pernah luput dari incarannya. Uniknya, nama Irwanto selalu masuk dalam tiga besar peringkat peserta terbaik. Dengan ketekunan yang dimiliki, Irwanto sukses menjadi seniman profesional dan berpengalaman.

Sejumlah karya lukis yang berjajar rapi ditata di galeri dan studionya, di Kampoeng Seni Pondok Mutiara Blok CG-22 Sidoarjo, disebut Irwanto untuk gelar pameran dan ada juga dijual umum. Media online menjadi pilihan dia untuk memamerkan dan menjual hasil karya lukis.

“Terkadang saya dipanggil untuk mengajar melukis di luar, dan kalau jenuh saya biasanya bernyanyi di pos pantau," ujar dia.

Karya lukis Irwanto juga menjadi bagian koleksi keluarga Proklamator dan Presiden Pertama RI, Ir Soekarno. Lukisan yang memajang profil Bung Karno itu, membuat diri Irwanto bangga. Lantaran karyanya dikagumi keluarga besar Soekarno dan selalu dilihat para tamu saat bertandang ke rumah Sang Proklamator tersebut.

Anda jangan berkecil hati, karya-karya lukis Irwanto hingga kini bisa dijumpai di Kampoeng Seni Sidoarjo. Bila berminat, Anda bisa memilikinya dengan harga yang negosibel. Harapannya agar cerita di atas tidak bakal terdengar lagi, bila keberadaan Kampoeng Seni Sidoarjo ‘membumi’ di tanahnya sendiri. Terpenting, dinas/instansi terkait di wilayah Pemkab Sidoarjo, memberi perhatian serius aset daerah itu. 

Selain berjanji untuk segera mungkin membuka kelas belajar melukis berbagai usia, Irwanto pun juga bertekad untuk tetap berkarya. Menarikan kuas berlabur cat minyak diatas kanvas. (knis/kwan/ceb)

Editor : heddyawan

bukti.id horizontal
Artikel Terbaru
Kamis, 02 Mei 2024 02:20 WIB | Peristiwa
Pemprov Jatim janji fasilitasi buruh Jatim dialog ke ...
Kamis, 02 Mei 2024 01:05 WIB | Hukum
Mahkamah Konstitusi gelar sidang PHPU sengketa Pileg 2024 dari sejumlah Parpol. ...
Minggu, 21 Apr 2024 19:32 WIB | Seni Budaya
FPK Jatim gelar halal bihalal dihadiri sejumlah seniman dan budayawan. ...