Sidoarjo – Ternyata pemasangan portal yang dipasang pengurus Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Pagerwojo, Kecamatan Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, di lokasi sentra kuliner di kawasan makam KH. Ali Mas'ud tersebut, memicu polemik berkepanjangan. Pelik.
Ada dua pihak yang berkonflik dalam polemik ini. Antara pihak pengurus Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Pagerwojo dengan pedagang alias user pengisi stand kuliner di lokasi tersebut. Pemicunya, kenaikan harga sewa stand yang dibebankan ke user. Beban belum usai, masih diperparah dengan pemasangan portal di area penikmat mamin disitu.
Mengingat proses penentuan kenaikan harga sewa stand dan pemasangan portal oleh pengurus BUMDes Pagerwojo tersebut, tidak melibatkan user yang juga mitra BUMDes setempat. Tidak ada pemberitahuan dan musyarawah yang melibatkan para user. Bahkan Kepala Desa Pagerwojo, Ahmad Mulyanto, mengamini perubahan kenaikan dan pemasangan portal.
“Proses kenaikan harga sewa stand tidak melibatkan kami. Sebagai mitra, setidaknya kami diajak berembug lebih dulu. Terlebih soal pemasangan portal. Kami tidak pernah dijawil untuk berkoordinasi. Dampaknya, penghasilan kami berkurang drastis,” keluh Ali Khoim, mewakil para user, kepada jurnalis, di Kantor Kecamatan Buduran, Kamis (4/1/2024).
Diketahui, sewa stand yang semula Rp400.000/bulan berubah naik menjadi Rp800.000/bulan, sejak November 2022. Pemasangan portal dilakukan akhir tahun 2023 yang lalu.
Merasa tidak memperoleh respon pihak Pemdes Pagerwojo dan pengurus BUMDes dalam waktu lama, Khoim Cs meminta bantuan pendampingan ke kantor Yasak Affandi Law Office. Dengan harapan keluhan mereka segera mendapat reaksi pihak terkait.
Melalui Yasak Affandi Law Office sebagai kuasa hukum, Khoim Cs berkirim surat ke Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali, pada Kamis (21/12/2023). Inti surat yakni permohonan bantuan penyelesaian konflik. Surat juga ditembuskan kepada Kadis Ketertiban Umum Pemkab Sidoarjo, Camat selaku Ketua Forkopimcam Buduran, dan Kades Pagerwojo, serta pihak lain.
Surat yang dilayangkan para user mendapat respon cepat Pemkab Sidoarjo. Pejabat setempat memerintahkan Camat Buduran, Syamsurijal, agar memediasi para pihak atas konflik yang terjadi.
“Atas perintah Bupati Sidoarjo, saya mengadakan audiensi dan mediasi apa yang terjadi antara BUMDes Pagerwojo dan pedagang. Sehingga ada penyelesain mufakat dari kedua pihak,” ujar Syamsurijal, mengawali forum yang berlangsung di Kantor Kecamatan Buduran, Kamis (4/1/2024).
Dalam forum tersebut hadir Kades dan Perangkat Desa Pagerwojo, pengurus BUMDes, user dan tokoh masyarakat setempat. Masing-masing peserta forum diberi kesempatan memaparkan uneg-uneg terkait konflik. Forum berjalan alot, berlangsung hampir 3 jam. Akhir dari forum menyebutkan terkait harga sewa stand tidak dapat diturunkan, bahkan kemungkinan bisa juga dinaikkan. Untuk pemasangan portal akan dievaluasi kembali.
“Paling lambat tanggal 20 Januari, saya minta agar semua sudah dievaluasi, sekaligus dibuat laporan tentang program kerja BUMDes Pagerwojo,” ujar Syamsurijal, menutup forum.
Seusai forum, Syamsurijal enggan memberi statment terkait polemik yang terjadi. Dia seakan ‘alergi’ dengan media, ketika para jurnalis meminta konfirmasi kepadanya.
Dari kiri ke kanan. Ali Khoim, Heri, Yasak dan Camat Buduran Syamsurijal, saat dalam forum audiensi dan mediasi. (foto: cebe)
Bagaimana dengan hasil akhir forum? Yasak selaku lawyer para user mengaku kecewa dengan proses audiensi dan mediasi siang itu. Hasil akhir di forum justru tidak sesuai dengan esensi keluhan user. Dia bahkan menyebut forum yang diadakan adalah forum yang telah dikondisikan.
“Bagi saya, apa yang terjadi adalah forum yang dikondisikan oleh pihak-pihak tertentu. Alur dan waktu untuk berdialog, seolah sudah diatur. Di saat klien kami menyampaikan uneg-uneg, waktu yang diberikan selalu terbatas. Sedang pihak pengurus BUMDes diberi luang waktu yang panjang. Dugaan saya, ini sudah diatur, sudah dikondisikan sebelumnya,” cetus Yasak kepada jurnalis usai forum berakhir.
Dia menambahkan, ada beberapa hal yang tidak terungkap dalam forum itu. Namun, karena luang waktu yang diberikan singkat dan adanya pengkondisian sehingga pihaknya tidak memiliki keleluasan berdialog. Meski begitu, Yasak dan kliennya tetap menghormati forum yang terjadi.
“Kami tetap menghormati putusan forum yang disampaikan Camat. Jadi kami juga akan tetap memonitoring hingga tenggat waktu yang diberikan. Semoga benar adanya, dan sesuai untuk kemaslahatan pedagang, bukan kepentingan pribadi atau pihak tertentu,” ujar dia.
Hari Siswono, seorang user lain, juga mengaku tidak puas dengan hasil akhir dari forum yang diadakan. Satu di antaranya, adalah penyebutan harga sewa Rp800.000 sudah include listrik, kebersihan sampah, penggunaan air, parkir dan fasum yang lainnya. Seperti yang diungkapkan Sekdes Pagerwojo.
“Tidak benar jika Rp800.000 sudah termasuk keseluruhan. Untuk pembayaran listrik, air dan sampah, saya harus mengeluarkan uang lagi. Adanya portal membuat penghasilan warung berkurang. Bahkan untuk bayar sewa stand, saya krekalan menjual perhiasan istri saya, agar saya tidak punya tanggungan,” kata Heri.
Beda lagi ketidakpuasan yang diungkapkan Yanto. User yang juga mantan pengurus BUMDes Sentra Kuliner ini terkait dengan user diluar warga Desa Pagerwojo, yang sampai sekarang masih diijinkan berjualan kuliner disitu.
“Seolah ada perlakuan khusus, dianak-emaskan oleh pengurus dan Sekdes. Padahal user itu bukanlah warga asli dan tidak tinggal menetap di Pagerwojo. Bahkan dia diberi kebebasan untuk merubah dan menata bentuk stand sendiri. Perlakuan ini tidak diberikan bagi user lain, padahal kami jelas-jelas warga asli Desa Pagerwojo. Perlakuan khusus ini yang disembunyikan dari forum,” kilah Yanto, seraya menyebutkan jika proses sewa melalui ‘jalur khusus’ antara user dengan Sekdes.
Hingga berita ini diunggah, belum ada klarifikasi dari pihak Pemdes dan pengurus BUMdes Pagerwojo. (cebe-knis)
Editor : heddyawan