Jakarta, bukti – Sengkarut Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) seolah tiada titik temunya. Satu diantara masalahnya, adalah tidak memasukkan ketentuan hukum yang langsung terkait dengan penyelamatan ideologi Pancasila.
Ketetapan (TAP) MPRS Nomor XXV/MPRS/1966, misalnya, yang menyatakan Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai partai terlarang, termasuk pelarangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan ideologi atau ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme.
Terkait hal itu, Wakil Ketua MPR M Hidayat Nur Wahid mengaku heran, dan mengatakan RUU HIP malah mencantumkan 8 TAP MPR lain sebagai dasar pembentukan, padahal tidak terkait langsung dengan pengokohan dan penyelamatan HIP.
"RUU HIP akan kehilangan rohnya apabila tidak mempertimbangkan sejarah pembentukan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara, hingga mencapai kesepakatan final PPKI pada 18 Agustus 1945," tukas Hidayat, Minggu (17/5/2020).
Dijelaskan kesepakatan itu menyebut Sila Ketuhanan, dan tidak satupun yang menyatakan sila atheisme apalagi komunisme sebagai dasar atau ideologi negara. Meski begitu, lanjut Hidayat, sudah terjadi dua kali pemberontakan PKI.
“Sekarang, kembali bermunculan fenomena penyebaran ideologi komunisme yang menjadi ancaman terhadap Pancasila. Sayang jika tidak dimasukannnya TAP MPRS tentang larangan ideologi komunisme sebagai dasar hukum RUU HIP. Padahal TAP MPRS ini masih berlaku dan bahkan ada turunannya," ucap Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Hidayat bilang,"Ini aneh, ada 8 TAP MPR yang dijadikan dasar hukum pembentukan RUU HIP, padahal tak terkait langsung dengan ideologi Pancasila, tetapi ada TAP MPR yang sangat terkait dan menjaga ideologi Pancasila dari ideologi yang merongrongnya, yaitu komunisme, malah tidak dimasukkan,".
Mestinya, imbuh dia, TAP MPR yang terkait langsung dengan penyelamatan haluan ideologi Pancasila yaitu TAP MPRS No 25/1966 lebih layak dimasukkan. Dicantumkan pada penyebutan awal. Perlu ditegaskan pula sejak awal, bahwa yang dimaksud dengan Pancasila adalah Pancasila dalam bentuk final sesuai kesepakatan para Founding Fathers dalam PPKI pada 18 Agustus 1945, bukan yang lainnya.
Lebih jauh Hidayat menegaskan, pemilihan acuan hukum yang tepat sangat dibutuhkan dalam memahami dan melihat arah suatu pengaturan RUU. Inisiator dan penyusun RUU HIP sudah diingatkan oleh anggota FPKS pada saat rapat-rapat di Badan Legislasi DPR, soal rasionalitas memasukan TAP MPRS tentang Larangan PKI dan Penyebaran Ideologi Komunis tersebut sejak dibahas di Badan Legislasi DPR RI.
“Namun, hingga ditetapkan sebagai RUU Usul Inisiatif DPR, TAP MPRS, pada Rapat Paripurna DPR, usulan-usulan itu tidak juga dimasukkan sebagai dasar hukum. Karenanya wajar bila FPKS menyampaikan penolakan RUU ini bila tidak memasukkan TAP MPRS no 25/1966," tutupnya. (hare)
Editor : Redaksi