x iklan_super_apps
x iklan_super_apps

Fatwa MUI : Uang Zakat Boleh Untuk Penanganan Covid-19

Avatar bukti.id
bukti.id
Senin, 18 Mei 2020 15:53 WIB
Peristiwa
bukti.id leaderboard

MUI juga perbolehkan Sholat Ied berjamaah di luar bersyarat

Jakarta, bukti – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa bernomer 23/2020, yang mengatur tentang pemanfaatan zakat, infaq dan shodaqoh. Salah satunya terkait penyaluran uang zakat untuk disalurkan guna untuk penanganan virus corona (Covid-19).

"Fatwa tersebut disusun sebagai kesadaran penuh organisasi entitas ulama untuk menghadirkan pranata agama sebagai solusi yang dihadapi oleh umat dan bangsa," tandas Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh di Gedung Graha BNPB, Jakarta, Senin (18/5/2020).

Asrorun mengatakan, sebagaimana yang diajarkan di dalam agama Islam, zakat merupakan bentuk ibadah mahdhoh atau simbol ketaatan, dan juga ketertundukan umat muslim kepada Allah yang bersifat vertikal.

Karena itu, tambah dia, zakat juga memiliki fungsi-fungsi untuk menjamin keadilan sosial, menjadi solusi praktis atas permasalahan ekonomi, dan juga sosial kemasyarakatan. Sehingga, atas dasar itulah MUI menetapkan fatwa ini.

Dengan tujuan agar tidak muncul ketimpangan di tengah masyarakat pada musim pandemik Covid-19 ini, dan zakat secara tidak langsung telah menjadi salah satu instrumen membangun keadilan sosial.

"Guna kepentingan mencegah, menangani dan juga menanggulangi Covid-19, serta dampak ikutannya, baik dampak kesehatan, dampak sosial, maupun dampak ekonomi. Karena itu, Komisi Fatwa MUI menegaskan, bahwa zakat boleh dimanfaatkan untuk kepentingan penanggulangan wabah Covid-19, dan dampaknya, dengan ketentuan-ketentuan tentunya," papar dia.

Untuk ketentuan-ketentuan yang dimaksud MUI, sambung Asrorun, yakni terkait sasaran penerima zakat. Disebutkan ada delapan golongan penerima zakat. Mereka adalah, muslim yang fakir, miskin, amil, mualaf, yang terlilit hutang, kemudian perbudakan, memerdekakan budak, ibnu sabil, dan atau fisabilillah.

Sementara jika bersandar kepada kepentingan penyaluran zakat, pemanfatannnya dapat digunakan untuk kepentingan modal kerja, atau berbentuk uang tunai, berbentuk makanan pokok, keperluan pengobatan, atau hal yang sangat dibutuhkan oleh mustahik.

Bahkan dalam hal ini, pemanfaatan harta zakat juga boleh bersifat produktif, seperti untuk kepentingan stimulasi kegiatan ekonomi fakir miskin yang terdampak pandemik corona.

Sehingga, jika terdapat syarat-syarat diatas atau telah memenuhi ketentuan umum berupa kepentingan kemaslahatan masyarkat, maka pemanfaatan uang zakat untuk penananganan Covid-19 bisa dilakukan, dengan mengambil salah satu di antara delapan golongan yang berhak menerima zakat.

“Yaitu asnaf fisabilillah atau yang berjuang di jalan Allah, pemanfaatan dalam bentuk aset kelolaan atau layanan bagi kemaslahatan umum, khususnya bagi kemaslahatan mustahik atau penerima zakat," terang Asrorun.

Asrorun juga memaparkan, "Adapun bentuk kemaslahatan penerima zakat adalah meliputi dari penyediaan alat pelindung diri untuk kepentingan tenaga medis pada saat penanganan korban Covid-19, untuk kepentingan disinfeksi atau penyediaan disinfektan, pengobatan, serta juga kebutuhan relawan yang sedang bertugas melakukan aktivitas kemanusiaan dalam penanggulangan wabah,".

 

Syarat Sholat Ied berjamaah di luar rumah

Dalam kesempatan yang sama, Asrorun menjelakan bahwa MUI membolehkan pelaksanaan sholat Idul Fitri 1441 Hijriyah untuk digelar secara berjamaah.

"Shalat Idul Fitri sebagaimana tadi ditegaskan bahwa boleh dilaksanakan dengan cara berjamaah di tanah lapang, masjid, mushola," tandas Asrorun.

Namun, Asrorun menyatakan, untuk bisa melaksanakan shalat Idul Fitri di luar rumah, penyelenggara harus memiliki salah satu diantara dua kondisi yang disyaratkan MUI. Pertama, kawasan sudah terkendali dari penyebaran Covid-19 pada saat 1 syawal atau hari raya lebaran.

Pelaksanaan sholat Ied sebelum pandemi Covis-19 melanda Indonesia (net)

Untuk mengetahui suatu daerah terkendali, indikatornya ditandai angka penularan sudah menunjukkan kecenderungan menurun. Selain itu, ada kebijakan publik terkait dengan pelonggaran aktivitas sosial yang memungkinkan terjadinya kerumunan.

"Berdasarkan apa? Berdasarkan otoritas yang punya kompetensi dan juga kredibilitas, otoritas di bidang epidemiologi, dan otoritas di bidang kesehatan masyarakat yang amanah yang kompeten dan kredibel," terang Asrorun.

Kedua, adalah kawasan yang bebas Covid-19, dan diyakini tidak terdapat masyarakat yang tertular.

"Apakah ada? Karena masyarakat kita luas, bangsa kita dengan daerah yang sangat luas tentu ada keragaman kondisi faktualnya. Seperti di kawasan pedesaan yang terisolasi, kemudian di kepulauan terpencil, atau perumahan terbatas yang homogen, yang tidak ada covid-19, tidak ada korban, dan tidak ada orang lalu-lalang keluar masuk yang diduga menjadi carrier," urai Asrorun.

Adapun untuk daerah yang memiliki kasus positif virus corona, atau memiliki persentase penularan dan penyebaran yang masih cukup tinggi. MUI mengimbau agar pelaksanaan shalat Idul Fitri dilaksanakan di rumah.

"Baik dilaksanakan di luar maupun di dalam rumah, shalat Idul Fitri harus melaksanakan protokol kesehatan untuk mencegah terjadinya potensi penularan antara lain dengan memperpendek bacaan shalat dan juga pelaksanaan khotbah," sebut Asrorun. (hea)

Editor : Redaksi

bukti.id horizontal
Artikel Terbaru
Kamis, 02 Mei 2024 02:20 WIB | Peristiwa
Pemprov Jatim janji fasilitasi buruh Jatim dialog ke ...
Kamis, 02 Mei 2024 01:05 WIB | Hukum
Mahkamah Konstitusi gelar sidang PHPU sengketa Pileg 2024 dari sejumlah Parpol. ...
Minggu, 21 Apr 2024 19:32 WIB | Seni Budaya
FPK Jatim gelar halal bihalal dihadiri sejumlah seniman dan budayawan. ...