x iklan_super_apps
x iklan_super_apps

Sindiran untuk Penegakan Hukum di Indonesia

Avatar bukti.id
bukti.id
Minggu, 14 Jun 2020 01:54 WIB
Hukum
bukti.id leaderboard

Surabaya, bukti - Apa yang beda, dengan keputusan berkekuatan hukum tetap ini. Pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Oleh jaksa penuntut umum (JPU) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara kedua terdakwa, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, dihukum satu tahun penjara, dengan dakwaan subsider Pasal 353 ayat (2) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Disebutkan, Pasal 353 ayat (1), terjabar penganiayaan dengan telah direncanakan diancam hukuman penjara paling lama empat tahun. Kemudian, di ayat (2) jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, pelaku dikenakan pidana penjara paling lama 7 tahun.

Namun, oleh JPU disebut kedua terdakwa tidak memenuhi unsur dakwaan primer soal penganiayaan berat di Pasal 355 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP itu. Pasal 355 menyebutkan pelaku penganiayaan berat terencana diancam penjara paling lama 12 tahun atau 15 tahun jika korbannya meninggal.

Di kasus itu, kedua terdakwa terbukti menganiaya Novel secara terencana yang mengakibatkan luka-luka berat. Namun, tuntutan ringan lantaran JPU menganggap terdakwa mengakui dan merasa bersalah atas perbuatannya.

"Karena, pertama yang bersangkutan mengakui terus terang perbuatannya saat dalam persidangan. Kedua, yang bersangkutan meminta maaf dan menyesali perbuatannya dan di persidangan menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga Novel Baswedan dan meminta maaf ke institusi Kepolisian. Institusi Polri itu tercoreng," kata JPU Ahmad Patoni di PN Jakarta Utara, Kamis, 11 Juni 2020.

Menurut Ahmad, para terdakwa hanya ingin memberikan pelajaran kepada Novel dengan menyiram air keras. Lantaran, Novel dianggap mengkhianati Polri yang menjadi institusinya sebelum dirinya bertugas menjadi penyidik di KPK.

"Di luar dugaan ternyata mengenai mata Novel Baswedan yang menyebabkan mata kanan tidak berfungsi dan mata kiri hanya berfungsi 50 persen saja artinya cacat permanen sehingga unsur dakwaan primer tidak terpenuhi," ucap Ahmad.

Sontak, tuntutan ringan JPU itu memantik tanggapan miring, banyak yang menilai tuntutan itu tidak adil. Soal penegakan hukum yang tak imbang itu pun disuarakan oleh Novel. Novel menyebut yang dialami adalah menggambarkan potret penegakan hukum di Indonesia yang compang-camping.

"Saya ingin mengajak semua kalangan masyarakat untuk bisa mengkritisi ini, baik kasus saya maupun kasus-kasus lainnya yang menunjukkan ketidakadilan hukum, menunjukkan suatu perbuatan yang menggambarkan potret penegakan hukum yang compang-camping," kata Novel.

Berbeda dengan tuntutan yang dijatuhkan ke sederet nama yang melakukan perbuatan serupa, penyiraman air keras. Misalnya, kasus penyiraman air keras yang dilakukan terdakwa Heriyanto di Bengkulu yang mengakibatkan Yeta Maryati, istrinya meninggal.

Perbuatan keji yang membuat nyawa melayang ini terjadi di Hotel Gumay, Ratu Agung, Bengkulu Jumat, 12 Juli 2019. Perempuan itu meninggal dengan luka bakar parah saat dalam perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bengkulu, Minggu, 14 Juli 2019. Di kasus ini, JPU menuntut pelaku 20 tahun penjara, Kamis, 20 Januari 2020.

Heriyanto, oleh PN Bengkulu dinyatakan bersalah melanggar Pasal 355 ayat (2) KUHP juncto Pasal 356 ayat (1) KUHP. “Menjatuhkan vonis kepada terdakwa Heriyanto dengan hukuman 20 tahun kurungan penjara,” kata ketua majelis hakim Arifin Sani di persidangan saat itu.

Kasus lainnya, Lamaji warga Desa Randubangu, Mojosari, Mojokerto, Jawa Timur. Pelaku penganiaya pemandu lagu yang juga istri sirihnya, Dian Wulansari, Minggu, 5 Maret 2017. Terbakar cemburu, dia menyiram air keras ke tubuh Dian. Larutan air keras itu mengakibatkan Dian menderita luka bakar 54 persen, di wajah, dada, lengan, perut, dan paha. Korban akhirnya meninggal setelah dirawat 26 hari  di rumah sakit.

Akibat perbuatannya, lelaki ini menjadi pesakitan di kursi Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto.  Di kasus ini, PN Mojokerto menjatuhkan vonis 12 tahun penjara terhadap Lamaji. Terdakwa divonis bersalah, dinyatakan melanggar Pasal 353 KUHP juncto Pasal 355 ayat (2) KUHP, Senin, 2 Oktober 2017.

"Terdakwa terbukti secara sah bersalah dan meyakinkan melanggar Pasal 353 KUHP juncto Pasal 355 ayat (2) KUHP," kata ketua Majelis Hakim Joko Waluyo.

Dari peristiwa diatas, sindiran minor menyeruak. Netizen ramai-ramai memberikan respon dan menaikkan tagar #GakSengaja. Menyusul meme satir bermunculan sebagai bentuk kritik dan ungkapan kekecewaan atas penegakan hukum di Indonesia. Hashtag ini kemudian menjadi trending topic. Termasuk, diluncurkannya grafis sindiran namun, dimaksuskan untuk memberi edukasi soal fakta penegakan hukum di negeri ini, yang dibuat oleh BungKusanNegara. (*)

 

 

Editor : Tudji

bukti.id horizontal
Artikel Terbaru
Selasa, 07 Mei 2024 04:08 WIB | Hukum
KPK resmi tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor atas dugaan kasus pemotongan insentif ASN Pemkab Sidoarjo. ...
Kamis, 02 Mei 2024 02:20 WIB | Peristiwa
Pemprov Jatim janji fasilitasi buruh Jatim dialog ke ...
Kamis, 02 Mei 2024 01:05 WIB | Hukum
Mahkamah Konstitusi gelar sidang PHPU sengketa Pileg 2024 dari sejumlah Parpol. ...