x iklan_super_apps
x iklan_super_apps

Penyimpangan Dana Bantuan Sosial Paling Banyak Dilaporkan

Avatar bukti.id
bukti.id
Jumat, 03 Jul 2020 03:24 WIB
Hukum
bukti.id leaderboard

Jakarta, bukti.id - Lembaga Pengawas Pelayanan Publik Ombudsman melansir, sejak dibuka  pada 29 April 2020, Posko Pengaduan Daring bagi masyarakat terdampak Covid-19 hingga 30 Juni 2020 menerima sebanyak 1.604 laporan pengaduan. Penyaluran Dana Bantuan Sosial (Bansos) paling banyak dilaporkan, jumlahnya mencapai 1.330 laporan atau 83%.

Pelaporan lainnya, sektor ekonomi dan keuangan sebanyak 176 pengaduan atau 11%. Soal transportasi ada 52 pengaduan atau 3%. Pelayanan Kesehatan 38 pengaduan atau 2%. Sektor Keamanan 8 pengaduan 1%. 

"Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebanyak 402 pengaduan, Program Keluarga Harapan (PKH) 41 pengaduan, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) 28 pengaduan. Bantuan sembako 17 pengaduan dan Kelompok Penerima Manfaat (KPM) 1 pengaduan," kata Anggota Ombudsman, Ahmad Suadi, Rabu (1/7/2020).

Penyimpangan Dana Bansos

1. Sebesar 22,28% soal penyaluran bansos tidak merata.

2. Sebesar 21,38% soal prosedur dan persyaratan penerima bansos tidak jelas.

3. Sebesar 20,89% masyarakat yang kondisinya darurat, miskin dan lapar tidak terdaftar, sebaliknya yang ekonominya mampu malah mendapat bansos.

Sektor yang Dilaporkan

1. Sektor Ekonomi dan Keuangan, sebesar 31,48%,  terkait belum tersedianya informasi yang jelas soal kebijakan relaksasi kredit kepada masyarakat. Sebesar 24,07% soal pengaduan belum adanya layanan secara jelas terkait prosedur permohonan restrukturisasi kredit bagi masyarakat yang memenuhi kriteria.

2. Sektor Kesehatan, sebesar 16,22% terkait kurangnya informasi tentang alur pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan gejala mirip Covid-19. Soal informasi 12,16% terkait kurangnya informasi tentang perbedaan klasifikasi pasien Covid-19 atau bukan. Serta, 10,81% soal rumah sakit yang kurang transparan dalam menginformasikan penyakit pasien.

3. Sektor Transportasi, sebanyak 37,2% pengaduan itu mengenai penumpang tertahan karena penutupan akses di daerah tujuan. Kemudian sebesar 18,6% mengadukan penghentian transportasi umum tanpa menyediakan angkutan alternatif. Serta 13,9% mengenai ketidakjelasan aturan terkait jam operasional di bandara, stasiun dan terminal.

Pelaporan terjadi di 5 provinsi 

1. Provinsi Banten, 207 laporan

2. Provinsi Sumatera Barat, 157 laporan

3. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, 138 laporan

4. Provinsi Jawa Tengah, 96 laporan

5. Provinsi Jawa Timur, 94 laporan

Instansi yang dilaporkan

1. Dinas Sosial, sebanyak 78,45%

2. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebanyak 4,33%

3. Perusahaan Listrik Negara (PLN), sebanyak 2,07%

Wakil Ketua Ombudsman RI, Lely Pelitasari Soebekty menilai penyampaian aduan terkait Covid-19 dimungkinkan untuk dilakukan lagi melalui saluran reguler seperti surat, email, website ombudsman.go.id, call center Ombudsman 137 serta WhatsApp center. Pengaduan yang sudah masuk akan diselesaikan dengan mekanisme posko daring hingga 31 Juli 2020.

"Masyarakat dapat melapor melalui posko hingga 6 Juli 2020. Kemudian mulai 7 Juli 2020, pengaduan terkait Covid-19 melalui posko daring akan dinonaktifkan dan masyarakat dapat melapor ke Ombudsman melalui saluran reguler," ujar Lely, di acara 'Ngopi Bareng Ombudsman', di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, kemarin.

Manipulasi Data Warga Miskin

Data masyarakat miskin juga dimanipulasi alias dibuat 'mainan' untuk kepentingan tertentu. Misalnya, agar wilayah kabupaten/kota yang dipimpinnya terlihat berhasil menangani problem kemiskinan. Atau sengaja untuk mendapatkan keuntungan guna kepentingan pemilihan kepala daerah.

Buktinya, ada 92 kabupatan/kota tidak pernah memperbarui data jumlah masyarakat miskin di wilayahnya. Sehingga jumlah warga miskin di wilayah tersebut paling banyak dibandingkan wilayah lain.

Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara menyebut ada 319 kabupaten/kota yang memperbarui data jumlah warga miskin di wilayahnya, namun tidak sampai 50 persen. Maka, mayoritas untuk data kemiskinan wilayah tersebut masih menggunakan data (warga miskin) yang lama. Dia menyebut, ada kabupaten/kota di dalam data ada 1.000 warga miskin, tapi yang di update 4.000.

"Jika diklasifikasikan tingkat kemiskinan paling parah ada di 92 kabupaten/kota. Sementara, setengah parah ada di 319 kabupaten/kota, dan yang lumayan ada di 103 kabupaten/kota. Ini kondisi yang tengah kita hadapi," katanya.

Menteri Sosial Juliari Batubara (net)

Dalam permainan ini, diduga ada kecurangan. Saat terpilih sebagai kepala daerah mereka berusaha menurunkan jumlah warga miskin secara drastis. Tujuannya, agar langkah yang dilakukan mendapat nilai sebagai prestasi, sungguh memalukan.

Kecurangan yang dilakukan di daerah-daerah itu pastinya menjadi kendala pemerintah pusat saat mengumpulkan data kemiskinan yang valid. Untuk itu, daerah diharapkan fair memberikan kontribusi data warga miskin. Kemensos tidak bisa masuk, karena daerah punya kewenangan otonomi.

Soal modus kotor alias curang yang dilakukan daerah, Direktur Smeru Research Institute (SRI) Widjajanti Isdijoso mengatakan data yang tidak ter-update dapat menghambat penyaluran bantuan sosial di tengah pandemi Covid-19. Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTSK) yang saat ini dipakai, ternyata tidak diperbarui sejak 2015.

"Kita tahu data itu di-update secara memadai di tahun 2015, kemudian tidak ada updating secara besar-besaran," katanya.

Data yang dibuat tahun 2015, keakuratannya sekitar 85 persen. Sementara kondisi atau data kemiskinan itu fluktuatif. Kalau data itu tidak di-update secara benar maka keakuratannya menurun. "Ada 103 kabupaten/kota yang aktif melakukan pembaruan data terkait warga miskin di daerah," kata Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto.  

Yandri menyebut baru ada 103 kabupaten/kota yang aktif melakukan pembaruan data terkait warga miskin di daerah. Yang mana data itu juga dipakai kepentingan validasi untuk penyaluran bantuan sosial akibat pandemi Covid-19. Menurut Yandri, masih ada 411 kabupaten/kota yang belum melakukan pembaruan data warga miskin di daerah masing-masing.

Menteri Bappenas Mengingatkan

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa juga mengingatkan, tidak tertutup kemungkinan manipulasi data penduduk miskin dilakukan beberapa daerah. Tujuannya, penyimpangan bantuan sosial untuk penduduk miskin.

Suharso mengatakan, banyak pemerintah daerah tidak menyampaikan secara benar data jumlah penduduk miskin di daerahnya. Tujuannya, ingin dianggap sukses menurunkan angka kemiskinan.

“Soal data terkait sistem perlindungan sosial banyak daerah ketika ditanya jumlah orang miskinnya karena ingin daerahnya dicatat telah sukses menurunkan jumlah orang miskin maka jumlah itu dikurangi,” katanya.

Menteri PPN/ Kepala Bappenas Suharso Monoarfa (net)

Padahal, akurasi dan kelengkapan data terkait jumlah penduduk miskin sangat penting guna menentukan langkah dan kebijakan pemerintah. Suharso meminta agar data jumlah penduduk miskin terus diperbarui dan menjadi perhatian semua pemerintah daerah agar dapat disesuaikan dengan penyaluran bansos. Pemerintah pusat dan daerah diharapkan berkoordinasi terkait data jumlah penduduk miskin.

“Kita harus bersama-sama membasmi kemiskinan mendekati nol pada 2024. Ini yang harus kita tekan bahkan sampai dengan nol,” kata Suharso.

Pemerintah (Harus) Turun Tangan

Terkait persoalan carut marutnya data penerima bantuan sosial, Ombudsman menyarankan pemerintah turun tangan.

1. Pemerintah harus memberikan perhatian lebih pada penyaluran bansos. 
2. Pemerintah diminta terus melakukan evaluasi dan kontrol terhadap setiap kebijakan yang dikeluarkan. 
3. Pemerintah diharapkan lebih proaktif, menyiapkan berbagai kemungkinan kendala yang muncul di masyarakat. 4. Permasalahan penerimaan bantuan dapat memunculkan konflik di masyarakat.

Indonesia Corruption Watch ( ICW) juga menyarankan, pemberian bansos untuk masyarakat terdampak Covid-19 hendaknya diberikan tunai. "Bantuan langsung tunai yang sifatnya semesta, ini bisa kurangi potensi korupsi dalam belanjanya," kata Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo dalam diskusi daring di kantornya.

Adnan menyebut, bantuan sosial yang diberikan pemerintah kepada masyarakat selain sarat terjadi penyimpangan juga jika diberikan berupa sembako, dimungkinkan kualitasnya lebih rendah. Bantuan sosial yang diberikan tunai mudah untuk diawasi secara langsung, dan warga yang menerima bisa membelanjakannya sesuai kebutuhan mereka.

Tidak bisa dipungkiri, masih banyak penyimpangan bantuan sosial yang terjadi baik tunai atau berupa kebutuhan pokok. Banyak penerima manfaat atau bantuan ternyata dari keluarga yang ekonominya mapan. Sebaliknya, tidak sedikit keluarga kurang mampu malah tidak menerima bantuan sosial. Di Ponorogo misalnya, bantuan berupa kebutuhan pokok dan bantuan sosial tunai menuai protes masyarakat lantaran tidak tepat sasaran.

Pemerintah kemudian memutuskan untuk memperpanjang penyaluran bantuan sosial bagi warga terdampak Covid-19 hingga Desember 2020. Semula, bansos hanya akan diberikan selama tiga bulan, April sampai Juni. Namun, besaran nilai bansos yang diberikan pemerintah pada Juli-Desember tidak sama dengan April-Juni.

"Mulai Juli hingga Desember (nilai) manfaatnya akan turun dari Rp 600 ribu menjadi Rp 300 ribu per bulan," seperti keterangan Menteri Keuangan Sri Mulyani usai rapat kabinet terbatas bersama presiden, Rabu (3/6/2020), lalu.

Pemerintah memiliki target menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia hingga mendekati nol pada 2024 mendatang. Sementara, pandemi Covid-19 menyebabkan potensi terjadinya pertambahan jumlah penduduk miskin sebanyak 2 juta orang pada akhir 2020, dibandingkan 2019.

Badan Pusat Statistik (BPS) memiliki rumus untuk menghitung kemiskinan penduduk di sebuah wilayah. Konsepnya, untuk mengukur kemiskinan BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. 

Garis Kemiskinan (GK), merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.

Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang setara dengan 2.100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan terdiri 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. 

Menghitung Warga Miskin 

 Rumus1Rumus1

GK = GKM + GKNM
GK = Garis Kemiskinan
GKM = Garis Kemiskinan Makanan
GKNM = Garis Kemiskinan Non Makan

Untuk tahun 2021, Kemensos sudah mengantongi Rp 425 miliar yang akan dipakai pembenahan data kondisi masyarakat.  Saat rapat di Komisi VIII DPR RI, Rabu 1 Juli 2020. Menteri Sosial Juliari Batubara juga mengeluhkan kurangnya peran daerah memperbarui data kependudukan. Ada 92 kabupaten/kota masuk kategori parah.

"Masih banyak daerah yang tidak mengupdate sama sekali atau hanya mengupdate kurang dari 50 persen," kata Juliari dalam rapat bersama Komisi VIII DPR RI, Rabu (1/7/2020).

Karena tidak melakukan pemutakhiran data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) sejak tahun 2015. Disebutkan, ada 319 kabupaten/kota tergolong setengah parah karena tak melakukan pemutakhiran data, hingga 50 persen. Hanya 103 kabupaten/kota yang telah memperbaiki lebih dari 50 persen datanya. (tji)

Editor : Tudji

bukti.id horizontal
Artikel Terbaru
Minggu, 21 Apr 2024 19:32 WIB | Seni Budaya
FPK Jatim gelar halal bihalal dihadiri sejumlah seniman dan budayawan. ...
Selasa, 16 Apr 2024 10:32 WIB | Hukum
KPK tetapkan Bupati Sidoarjo, Gus Muhdlor sebagai tersangka kasus korupsi di BPPD Sidoarjo. ...
Sabtu, 30 Mar 2024 19:23 WIB | Seni Budaya
Mengulang kegiatan tahun sebelumnya, FPK Pasuruan gelar Tadarus Puisi di Bulan Suci. ...