x iklan_super_apps
x iklan_super_apps

Strategi PDIP Menangkan Pilkada Kota Surabaya 2020

Avatar bukti.id
bukti.id
Sabtu, 25 Jul 2020 07:30 WIB
Kabar Partai
bukti.id leaderboard

Surabaya, bukti.id – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sementara tercatat sudah merekomendasikan 93 nama pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah pada Pilkada Serentak 2020. Ini artinya, PDIP masih harus merampungkan 177 sisa rekomendasi dari total 270 gelaran pilkada.

Rekomendasi dukungan PDIP itu diumumkan dalam dua gelombang. Pertama, PDIP menetapkan 48 pasangan calon pada Rabu (14/2/2020) lalu. Kedua, dukungan untuk 45 pasangan calon yang diusung disampaikan secara virtual, Jumat (17/7/2020).

PDIP masih menyembunyikan pasangan calon yang akan diusungnya di Pilkada Surabaya. Tersiar kabar, rekomendasi baru akan diumumkan pada gelombang terakhir, tepatnya pada pertengahan Agustus 2020 nanti.

Terkait hal ini, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto beralasan jika partainya masih menunggu momentum yang pas. Siapa calon yang ditunjuk masih menunggu keputusan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri.

‎”Itu nanti tunggu momentum selanjutnya,” ungkap Hasto.

Sementara itu, sikap PDIP menunda rekomendasi dinilai terlalu berhati-hati oleh peneliti Surabaya Survey Center (SSC) Surokim Abdussalam. Strategi ini pun menuai risiko dan konsekuensi.

"Ada plus minusnya, politik last minute ini bisa untuk menyembunyikan kekuatan. Tetapi minusnya, persiapan calon menjadi sangat minimalis karena waktu yang semakin mepet," kata Surokim, Sabtu (18/7/2020).

Menurutnya, peta politik pilkada Kota Surabaya sejatinya sudah sangat jelas. Sehingga, akan lebih baik jika rekomendasi partai segera dituntaskan.

"Mungkin PDIP lupa bahwa ini pilkada yang tidak normal. Pemilu yang diselenggarakan dalam konteks pandemi membutuhkan adaptasi dan penyesuaian dan banyak hal yang berbeda dari pemilu biasanya," terang Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) Universitas Trunojoyo ini.

Surokim lalu mengingatkan, pada pemilu sebelumnya ada 37% pemilih yang pilihannya bisa berubah (swing voters) dan yang belum menentukan (undecided voters).

Dampak dari tekanan ekonomi akibat pandemi bisa merubah karakter pemilih rasional ke pemilih emosional. Kemungkinan besar, terbukanya celah money politic akan membawa pengaruh kuat sehingga bisa merubah pilihan masyarakat.

Karena itu, Surokim berpesan, PDIP tidak bisa jemawa dengan dukungan basis tradisional yang selama ini menjadi andalan. Mesin partai membutuhkan strategi pemenangan khusus saat pandemi. Semakin cepat rekomendasi PDIP diberikan, maka semakin bagus untuk pasangan calon menyiapkan mesin pemenangan.

Kendati demikian, sikap kehati-hatian PDIP khususunya di perhelatan politik pilkada Kota Surabaya 2020 mengisyaratkan kuat bagian dari strategi. Dari data dan fakta yang dihimpun bukti.id, setidaknya ada tujuh alasan dan pertimbangan yang dijadikan strategi PDIP.

Surabaya Basis Merah

PDIP tiga kali berturut-turut menang pilkada di Kota Surabaya pada tahun 2005, 2010, dan 2015. Karena kemenangan tiga periode ini, PDIP tentu tidak mau melepaskan tampuk kekuasaannya begitu saja. Partai berlambang banteng moncong putih bakal memasang target tinggi. Bukan hanya soal gengsi. Tapi menang pilkada di Kota Surabaya seakan sudah menjadi tradisi.

Di pilkada 2005, PDIP mengusung Bambang DH-Arif Afandi. Perolehan suara mereka tercatat cukup signifikan sehingga berhasil menumbangkan ketiga pasangan rivalnya dengan raihan suara sebanyak 492.999 (25,48%).

Kemudian pilkada 2010, PDIP mulai memunculkan nama Kepala Bappeko Surabaya Tri Rismaharini (Risma) yang saat itu relatif belum dikenal. Risma dipasangkan dengan Bambang DH yang di periode sebelumnya menjabat walikota. Pasangan ini diputus menang sah oleh MK dalam gugatan sengketa pilkada.

Dengan perolehan suara 367.472 (40,9%), Risma-Bambang DH mengalahkan empat pasangan lain dengan rival terberat Arif Afandi-Adies Kadir yang didukung partai pemenang pileg saat itu. Yakni Partai Demokrat, Partai Golkar, PAN, dan sejumlah aliansi parpol nonparlemen.

Terakhir di pilkada 2015, calon dari PDIP semakin menancapkan dominasinya di Kota Surabaya.  Petahana Risma yang dipasangkan dengan Whisniu Sakti Buana menang telak atas satu pasangan rivalnya, Rasiyo-Lucy Kurniasari menyapu 893.087 suara (86,34%) dari total  1.052.041 suara sah.

MA Bukan Lawan yang Lemah

Siapapun calon yang diusung PDIP bakal mendapat tantangan berat dari kandidat jagoan koalisi delapan partai, Mahfud Arifin. Keunggulan mantan Kapolda Jawa Timur itu karena menang start. Sementara, calon PDIP masih harus bersaing di penjaringan internal partai.

Merujuk hasil tiga periode Pilkada Surabaya sebelumnya, PDIP memang tidak pernah sekalipun kalah. Dua kali berhasil mengantarkan Bambang DH sebagai walikota, dua kali pula sukses mengantarkan Risma menjadi orang nomor 1 di Kota Pahlawan.

Namun, Pilkada Suarabaya 2020 ini situasinya jauh berbeda. Risma tidak bisa lagi diusung sebagai calon sebab telah dua periode mimimpin. Di pihak lain, MA menunjukkan sikap tidak main-main dalam mempersiapkan dirinya.

Kerja keras pria kelahiran Ketintang, Surabaya, 6 September 1960 itu tidak berhenti di wilayah partai. Organisasi kemasyarakatan dan komunitas-komunitas rajin disambangi. Dukungan dari simpul-simpul masyarakat pun terus mengalir.

Soal pengalaman merasakan kerasnya dinamika politik bukan barang baru bagi MA. Di ajang Pilpres 2019 lalu, dia adalah Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) pendukung Jokowi-Ma’ruf di Jatim. Jejak strategi kemenangan Jokowi di Jatim bisa jadi modal besar politiknya.

Karena itu, wajar jika PDIP mesti bersikap hati-hati. Sebab jika salah sedikit mengambil strategi, kursi Surabaya 1 bisa lepas. Target menang keempat kalinya bisa kandas.

Mencari Pengganti Risma Tidak Mudah

Salah satu faktor kesulitan PDIP menentukan calon Wali Kota Surabaya 2020 adalah mencari sosok yang mumpuni setidaknya tidak senjang jauh dari Risma. Dari sejumlah nama yang bermunculan dan ikut seleksi, kandidat kuat hanya mengerucut dua nama:  Whisnu Sakti Buana (WS) yang berstatus kader sekaligus Wakil Walikota petahana dan Kepala Bappeko Eri Cahyadi, jagoan Risma.

Namun beberapa aspek yang dibutuhkan bagi seorang pemimpin dari kedua kandidat itu dianggap masih jauh dari figur Risma. Selain itu, ada juga dilema yang dihadapi DPP PDIP dalam memilih satu di antara dua nama tersebut. Whisnu merupakan Ketua DPC PDIP Surabaya yang tidak bisa disisihkan begitu saja, sedangkan Eri adalah jagoan yang digadang Risma, salah satu kader kesayangan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.

Opsi yang muncul kemudian, menduetkan kedua sosok ini sebagai cawali dan cawawali. Tetapi pilihan itu juga tidak mudah diputuskan.

"Kawin paksa ini berat. Karena untuk membangun image sebelumnya tidak ada luka itu sangat berat. Mereka ini dalam keadaan 'konflik' walaupun konflik tidak muncul di permukaan, tapi kan semua pihak tahu kalau ada konflik 'perang dingin'. Kondisi perang dingin tidak bisa dipersatukan dalam waktu sekejap," kata pengamat politik Lembaga Transformasi (Eltram) Moch Mubarok Muharam, Minggu (5/7/2020) lalu.

Antisipasi Barisan Kader Terbelah

Persaingan keras sejumlah calon merebut rekom dari PDIP membuat internal rawan terbelah di Pilkada 9 Desember 2020 jika DPP tidak jitu mengambil keputusan. Sebagaimana diketahui, kompetisi bacawali membelah barisan kader PDIP Surabaya terbelah semula menjadi tiga faksi. Kini mulai menggumpal hanya kubu kader, WS dan non kader, Eri.

"Gejolak internal PDIP juga harus dilihat kalau rekomnya jatuh ke Eri. Walaupun Kalau melihat posisi kepengurusan Bu Risma di pusat mungkin saja ikut menentukan minimal mewarnai," kata guru besar Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Bagong Suyanto.

Sementara faksi Bambang DH yang sebelumnya menggadang Armuji, sudah beringsut perlahan. Meski tidak bertarung langsung, barisan mantan Walikota Surabaya itu masih cukup besar dan berpengaruh. Mendapat dukungan dari kubu ini dipandang potensial dapat memperkuat kubu salah satu kubu yang masih di dalam ring pencalonan.

Berkaca pada stigma pengelompokan dua kubu kader dan non kader, WS lebih berpeluang menggaet dukungan dari gerbong Bambang DH. Tetapi WS buru-buru meredam spekulasi ini agar perpecahan tidak semakin menganga.

“Mohon jangan gaduh dulu. Saya secara pribadi tetap tunduk, patuh dan tegak lurus kepada keputusan resmi DPP PDI Perjuangan dan Ketua Umum Ibu Megawati Soekarno Putri,” ujar Whisnu Sakti, Minggu (5/7/2020) lalu.

Peluang Duet Nasionalis-Santri

Di tengah dilema yang dihadapi, DPP PDIP juga masih harus mempertimbangkan potensi pemilih relijius di Pilkada Kota Surabaya. Partai tentu perlu menimang pasangan kandidat yang bisa menggaet suara dari kalangan santri dan nahdiliyin. Maka, opsi duet sosok nasionalis dan relijius menjadi pilihan yang nyaris tidak bisa ditawar.

Terlebih, kubu calon rival sudah mendapat cukup garansi suara dari pemilih kelompok relijius melalui partai-partai berbasis agama yang mengusungnya, PKB, PPP dan PKS. Rival yang dimaksud adlaah Machfud Arifin, juga melengkapi kekuatannya dengan dukungan dari partai nasionalis seperti Golkar, Gerindra dan NasDem.

"Dalam politik elektoral dan situasi krisis saat ini, keseimbangan dan komposisi nasionalis-santri  harus menjadi perhatian serius PDIP," ujar Pengamat Politik Unair, Airlangga Pribadi Kusman yang juga CEO lembaga survei The Initiative Institute, Rabu (8/7/2020).

Wakil Ketua Bidang Pemenangan Pemilu DPD PDI Perjuangan Jawa Timur, Deni Wicaksono menegaskan, Ketua Umum Megawati Soekarnoputri akan menggunakan hak prerogatifnya untuk menyelesaikan rekomendasi di Pilkada Surabaya. "Jadi apapun bisa terjadi karena hak prerogatif ketua umum mutlak diambil. Kalau daerah lain tidak diambil, tapi khusus Surabaya ketum mengambilnya," kata Deni, Senin (6/7/2020).

Mampu Tuntaskan Pekerjaan Rumah

Figur calon walikota yang kompeten, mumpuni dan berpengalaman dalam menyelesaikan permasalahan pokok di Kota Surabaya menjadi faktor keunggulan yang bisa dimaksimalkan PDIP dalam menimbang jagoannya. Faktor ini akan menjadi nilai tawar lebih calon dari PDIP dibanding kandidat lain.

Setidaknya ada dua permasalahan urgen di Surabaya yang harus bisa diselesaikan Walikota Surabaya pengganti Risma.  Pertama masalah pengangguran. Setiap tahun, tingkat pengangguran terbuka di Kota Pahlawan selalu fluktuatif.

Tercatat tingkat pengangguran terbuka pada 2010 sebesar 6,84%, 2011 sebesar 7,81%, 2012 sebesar 5,27%, 2013 sebesar 5,32%. Kemudian meningkat lagi menjadi 5,82 % pada 2013 dan 2015 sebesar 7,01%. Sementara itu, data 2016 tidak tersedia. Data TPT kembali hadir pada 2017 dengan angka 5,98% dan naik 6,12% pada 2018.

Meskipun turun pada Agustus 2019 menjadi 5,87%, namun angka pengangguran diprediksi naik signifikan di tahun 2020 ini. Hal itu imbas dari pandemi corona.

Demikian pula dengan permasalahan kedua yang menjadi pekerjaan rumah walikota Surabaya terpilih di Pilkada 2020 nanti. Yakni semakin memburuknya perekonomian dan kesenjangan sosial dampak Covid-19.

Mesin Pemenangan Pilpres 2024

Kemenangan besar di Pilkada serentak 2020, khususnya Kota Surabaya, menjadi target mutlak PDIP untuk menyongsong pemenangan di Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden 2024. Misi itu sudah ditekankan Megawati Soekarnoputri ke seluruh calon kepala daerah yang mendapatkan rekom. Megawati meminta seluruh calon yang mendapatkan rekom agar tancap gas dan bekerja keras memenangkan kontestasi.

“Tidak bisa kita berleha-leha saja. Oh sudah ada rekomendasi di tangan saya, tidak bisa berleha-leha. Sepenuhnya harus terus dilakukan dengan kerja keras. Insya Allah yang sudah saya beri rekomendasi ini pasti akan bisa menjalankannya dengan baik," tukasnya," ungkap Megawati.

PDIP dalam kongres kelima di Bali, 8 Agustus 2019 silam sudah mematok target kemenangan 60 persen di Pilkada Serentak 2020. (aaw)

Editor : Tudji

bukti.id horizontal
Artikel Terbaru
Selasa, 07 Mei 2024 04:08 WIB | Hukum
KPK resmi tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor atas dugaan kasus pemotongan insentif ASN Pemkab Sidoarjo. ...
Kamis, 02 Mei 2024 02:20 WIB | Peristiwa
Pemprov Jatim janji fasilitasi buruh Jatim dialog ke ...
Kamis, 02 Mei 2024 01:05 WIB | Hukum
Mahkamah Konstitusi gelar sidang PHPU sengketa Pileg 2024 dari sejumlah Parpol. ...