Jakarta,bukti.id,- Gegap gempita menuju pilkada mendatang diwarnai dengan beragam kasus, satu di antaranya yang terjadi di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan atau OKU.
Peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil menyesalkan seorang tersangka dicalonkan sebagai calon kepala daerah Ogan Komering Ulu. Dia menilai calon kepala daerah berstatus tersangka korupsi tidak akan optimal dalam mengakomodir aspirasi rakyat.
"Esensi pilkada itu mencari pemimpin yang bisa berdialog dengan pemilih. Kalau calonnya sibuk mengurus masalah hukumnya sendiri, bagaimana dia bisa berdialog dengan pemilihnya," ujarnya.
Fadli menuturkan partai politik seharusnya selektif dalam memilih calon kepala daerah yang akan diusung atau didukung. Sebab, dia berkata calon kepala daerah yang berstatus tersangka akan menghambat keleluasaan yang bersangkutan untuk sepenuhnya bisa mengikuti setiap tahapan kontestasi pilkada.
"Problem mendasar dari fenomena ini ada di partai menurut saya. Karena partai salah satu organ yang punya otoritas mencalonkan kepala daerah," ujarnya.
"Untuk apa mencalonkan orang yang sedang bermasalah secara hukum, apalagi koruptor dicalonkan sebagai kepala daerah," ujar Fadli.
Selain itu Fadli juga mengatakan KPU dan Bawaslu tidak bisa berbuat banyak terhadap calon kepada daerah yang berstatus tersangka. Hanya partai yang mengambil kebijaksanaan untuk menetapkan calon dari persoalan hukum.
"Otoritas pencalonan di partai. Partai yang harus berbenah dan menyadari untuk mencari calon yang lebih berintegritas," ujarnya.
Sementara itu, kasus di OKu ini juga dipertegas oleh Fitra (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran, yang menyatakan tersangka kasus tindak pidana korupsi tidak boleh menjadi calon kepala daerah. Sekjen Fitra Misbah Hasan menegaskan korupsi merupakan kejahatan luar biasa.
"Jadi khusus tersangka kasus korupsi dan mantan koruptor harusnya tidak diperbolehkan mengikuti Pilkada," ujar Misbah.
Ia menambahkan, memang tidak ada aturan yang melarang seorang tersangka menjadi calon kepala daerah. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sejauh ini baru melarang narapidana korupsi menjadi calon kepala daerah.(bbs/rhm)
Editor : Rahma