PSI Desak Hentikan Proyek Ambisius Kemhan, Alutsista

bukti.id
Ketua DPP PSI, Isyana Bagoes Oka (Instagram isyana)

Jakarta, bukti.id – Saat ini, pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista) masih jadi polemik. Pro kontra tak bisa dihindarkan. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) juga bereaksi.

Ketua DPP PSI, Isyana Bagoes Oka menilai rancangan peraturan presiden (Pepres) tentang Alat Pertahanan dan Keamanan (Alpahankam) yang sedang disusun oleh Kementerian Pertahanan (Kemhan), terlalu ambisius.

Baca juga: Pedih... PPP dan PSI Tak Dapat Kursi DPR RI

“Rencana anggaran untuk belanja alutsista sejumlah Rp1.700 trilliun, sepertinya terlalu bombastis dan cenderung tidak memperhatikan kondisi keuangan negara dan rakyat yang sedang kesulitan di masa pandemi ini,” cetus Isyana kepada jurnalis, di Jakarta, Minggu (6/6/2021).

Menurut Isyana, meski pihak Kemenhan menyatakan ini dalam bentuk pinjaman luar negeri, tetap saja di masa pandemi ini mengambil utang untuk keperluan senjata dirasa tidak tepat. Selain itu, belanja tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan nasional.

Baca juga: Giring Serahkan PSI ke Pemilik Sebenarnya

“Saat ini yang kita butuhkan adalah vaksin dan stimulan untuk UMKM, agar roda ekonomi rakyat bisa bergerak. Bayangkan, kita sedang menghadapi virus tapi kita justru berhutang untuk beli senjata, bagaimana rasionalisasinya?,” tukas Isyana melempar tanya.

PSI juga mengkritik transparansi rencana utang dan belanja alutsista oleh Kemenhan. Isyana menilai rakyat seharusnya bisa tahu.

Baca juga: Belum Final, PSI Dukung Prabowo Subianto

“Kita itu sudah punya road map tentang Minimum Essential Force (MEF) kebutuhan alutsista nasional. Tiba-tiba muncul rencana utang ribuan triliun tanpa publik tahu akan beli senjata jenis apa, di mana dan bagaimana prosesnya? Kemenhan harus jelas, apakah belanja itu sudah sesuai dengan road map MEF yang sudah dicanangkan. Supaya rakyat bisa kontrol,” seru Isyana.

Isyana berujar,“PSI menolak rancangan Perpres Alpahankam ini, selain karena tidak sensitif di masa pandemi, dilakukan dengan menambah utang negara, juga karena prosesnya tidak transparan,”. (hed)

Editor : heddyawan

Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru