Jakarta, bukti.id – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo merespon positif langkah Pemda dan BPBD Jawa Timur, yang berinisiatif terkait simulasi penanggulangan bencana tsunami pada sembilan kota-kabupaten di wilayah jalur Pantai Selatan Jawa.
Reaksi yang ditunjukan Bamsoet, sapaan akrabnya, tak lepas dari adanya informasi tentang potensi tsunami setinggi 20 meter, sebagai akibat gerak simultan dua segmen lempeng bumi di zona megathrust selatan Jawa, telah mendapatkan publikasi yang luas.
Karena itu, Ketua DPR RI ke-20 ini meminta semua pemerintah daerah (Pemda) di jalur pantai Selatan pulau Jawa terus meningkatkan kewaspadaan untuk merespons potensi tsunami. Sebagai langkah awal mitigasi bencana, intensitas komunikasi dengan warga yang berpotensi terdampak harus segera ditingkatkan.
“Saya mengapresiasi inisiatif simulasi penanggulangan bencana tsunami yang telah dilakukan Pemda dan BPBD Jawa Timur pada sembilan kota-kabupaten di wilayah jalur Pantai Selatan Jawa,” ujar Bamsoet di Jakarta, Senin (28/9/20).
Tak hanya itu, Bamsoet bilang, semua pemerintah daerah memang harus antisipatif karena kita sudah memasuki musim hujan. Curah hujan yang tinggi sering menimbulkan masalah. Dan, karena ada prediksi tentang potensi tsunami di pantai selatan Jawa, saya mendorong semua pemerintah daerah bersama warga setempat di wilayah itu untuk terus meningkatkan kewaspadaan.
"Ada sembilan kabupaten-kota di jalur Pantai Selatan yang berpotensi terdampak manakala peristiwa tsunami itu terjadi. Bahkan, sedikitnya 156 desa di wilayah Banyuwangi, Pacitan dan Trenggalek perlu mendapat perhatian khusus karena besarnya potensi ancaman tsunami tersebut," ingat Bamsoet, seraya menyebutkan meski dari aspek waktu, peristiwa tsunami itu belum bisa diketahui, Pemda dan masyarakat setempat harus terus meningkatkan kewaspadaan.
Bamsoet juga berharap, kendati simulasi bencana tsunami telah dilakukan Pemda dan BPBD Jatim, upaya meningkatkan kewaspadaan masyarakat harus berkelanjutan agar warga tidak lengah, semua Pemda di jalur pantai Selatan Jawa secara regular wajib menjalin komunikasi dengan warga.
“Kerahkan aparatur Pemda untuk terus berdialog dengan warga. Dialog yang bertujuan membangunkan kewaspadaan itu menjadi langkah awal mitigasi bencana,” pesan dia.
Dari kewaspadaan dan pemahaman atas potensi ancaman, imbuhnya, warga diharapkan sudah siap dan tidak panik ketika peristiwa tsunami benar-benar terjadi.
Kembali ke soal potensi tsunami akibat gempa megathrust, berawal dari hasil penelitian ilmuwan Intitut Teknologi Bandung (ITB), memprediksi potensi tsunami 20 meter di selatan Jawa, dari Jawa Barat hingga Jawa Timur wajib diwaspadai.
ilustrasi papan peringatan bahaya tsunami (foto: net)
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengapresiasi hasil kajian para ilmuwan ITB tersebut, sekaligus meminta masyarakat untuk melakukan mitigasi bencana. Mengenai gempa megathrust Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Dr Daryono menyatakan, pemahaman gempa megathrust dipahami sebagai sesuatu yang baru dan segera akan terjadi dalam waktu dekat, berkekuatan sangat besar, dan menimbulkan kerusakan dan tsunami dahsyat, adalah pemahanan yang kurang tepat.
"Zona megathrust sebenarnya sekadar istilah untuk menyebutkan sumber gempa tumbukan lempeng di kedalaman dangkal. Dalam hal ini, lempeng samudra yang menunjam ke bawah lempeng benua membentuk medan tegangan (stres) pada bidang kontak antar lempeng yang kemudian dapat bergeser secara tiba-tiba memicu gempa," ujar Daryono, seperti dilansir Tribunjabar.id, Sabtu (26/9/2020).
"Jika terjadi gempa, maka bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng samudra bergerak terdorong naik (thrusting)," katanya.
Dia menjelaskan, jalur subduksi lempeng umumnya sangat panjang dengan kedalaman dangkal mencakup bidang kontak antar lempeng.
"Dalam perkembangannya, zona subduksi diasumsikan sebagai (patahan naik yang besar) yang kini populer disebut sebagai zona megathrust," ujarnya.
Menurutnya, zona megathrust bukanlah hal baru. Di Indonesia, zona sumber gempa ini sudah ada sejak jutaan tahun lalu saat terbentuknya rangkaian busur kepulauan Indonesia.
"Zona megathrust berada di zona subduksi aktif, seperti subduksi Sunda mencakup Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba. Subduksi Banda. Subduksi Lempeng Laut Maluku, subduksi Sulawesi, subduksi Lempeng Laut Filipina, dan subduksi Utara Papua," terangnya.
"Saat ini segmen zona megathrust Indonesia sudah dapat dikenali potensinya. Seluruh aktivitas gempa yang bersumber di zona megathrust disebut sebagai gempa megathrust dan tidak selalu berkekuatan besar," ujarnya.
Daryono mengatakan, sebagai sumber gempa, zona megathrust dapat membangkitkan gempa berbagai magnitudo dan kedalaman.
Data hasil monitoring BMKG menunjukkan, justru gempa kecil yang lebih banyak terjadi di zona megathrust, meskipun zona megathrust dapat memicu gempa besar.
Bersumber dari buku Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017 disebutkan, bahwa di Samudra Hindia selatan Jawa terdapat 3 segmentasi megathrust, yaitu (1) Segmen Jawa Timur, (2) Segmen Jawa Tengah-Jawa Barat, dan (3) Segmen Banten-Selat Sunda.
Besarnya magnitudo gempa yang disampaikan tersebut adalah potensi skenario terburuk (worst case) bukan prediksi yang akan terjadi dalam waktu dekat.
"Sehingga kapan terjadinya tidak ada satu pun orang yang tahu. Untuk itu, dalam ketidakpastian kapan terjadinya, kita semua harus melakukan upaya mitigasi," tuturnya.
Disebutkan, hasil monitoring BMKG menunjukkan bahwa zona megathrust selatan Jawa memang sangat aktif yang tampak dalam peta aktivitas kegempaannya (seismisitas).
"Dalam catatan sejarah, sejak tahun 1700 zona megathrust selatan Jawa sudah beberapa kali terjadi aktivitas gempa besar (major earthquake) dan dahsyat (great earthquake)," ujarnya.
Bahkan, gempa besar dengan magnitudo antara 7,0 dan 7,9 yang bersumber di zona megathrust selatan Jawa sudah terjadi sebanyak 8 kali, yaitu: tahun 1903 (M7,9), 1921 (M7,5), 1937 (M7,2), 1981 (M7,0), 1994 (M7,6), 2006 (M7,8) dan 2009 (M7,3)
Sementara itu, gempa dahsyat dengan magnitudo 8,0 atau lebih besar yang bersumber di zona megathrust selatan Jawa sudah terjadi 3 kali, yaitu: tahun 1780 (M8,5), 1859 (M8,5), dan 1943 (M8,1).
Dielaskan, wilayah selatan Jawa sudah beberapa kali terjadi tsunami. Bukti adanya peristiwa tsunami selatan Jawa dapat dijumpai dalam katalog tsunami Indonesia BMKG, dimana tsunami pernah terjadi di antaranya tahun 1840, 1859, 1921, 1921, 1994, dan 2006. (hea/bbs)
Editor : heddyawan