Jakarta, bukti.id – Pemberian kuota internet dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI bagi pelajar selama masa pandemi Covid-19, rupanya mendapat sorotan khusus Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti menyebut, bahwa bantuan kuota internet dari Kemendikbud tidak cukup bagi siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Karena, dari total bantuan, kuota umum hanya sebanyak 5 Gigabyte (GB). Bagi siswa SMK yang pembelajarannya menggunakan video, kuota 5 GB bisa habis kurang dari sepekan. Sebab, banyak aktivitas melihat video dan mengirimkan video sebagai bukti praktik mereka.
"Mereka di rumah juga harus divideokan dan harus dikirim juga. Jadi bagi kami, kuota umum akan lebih bermanfaat bagi anak SMK," kata Retno, di Jakarta, Selasa (29/9/2020).
Untuk diketahui, dalam bantuan paket data internet dari Kemendikbud, dibagi menjadi kuota umum dan kuota belajar. Kuota umum adalah kuota yang dapat digunakan untuk mengakses seluruh laman dan aplikasi. Kuota belajar adalah kuota yang hanya dapat digunakan untuk mengakses laman dan aplikasi pembelajaran, dengan daftar yang tercantum pada kuota-belajar.kemdikbud.go.id.
"Bagi siswa SMK ini, penyalahgunaan kuota kemungkinan kecil terjadi karena memang membutuhkan banyak paket data untuk kegiatan pembelajaran mereka," terang dia.
"Mereka kan belajar skill, jadi nggak bisa praktik. Jadi mereka harus lihat video, video itu ada di Youtube. Youtube tidak termasuk aplikasi yang ada di dalam kuota belajar," tandas dia.
Sebelumnya, terjadi pro kontra tentang tepat sasaran atau tidaknya mengenai jatah kuota internet dunia pendidikan tersebut.
Bahkan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (Mendikbud), Nadiem Makariem, lebih jauh mengungkap proses penyiapan data awal verifikasi, dan validasi kelompok penerima jatah kuota internet dalam masa belajar dari rumah (BDR), atau pembelajaran jarak jauh.
“Tahap pertama, adalah pendataan nomor ponsel dari calon penerima bantuan kuota data oleh operator satuan pendidikan masing masing. Untuk sekolah, (pendataan, red) pada aplikasi data pokok pendidikan (Dapodik), dan PDDikti untuk universitas,” kata Nadiem, saat konferensi pers secara daring bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Johny G Plate, dan Menteri BUMN Erick Thohir, Jumat (25/9/2020) kemarin.
Kelompok pertama penerima bantuan adalah peserta didik pada pendidikan anak usia dini (PAUD). Kedua, adalah peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah. Ketiga, adalah pendidik pada PAUD, jenjang pendidikan dasar, menengah, dan terakhir mahasiswa dan dosen.
Pemberian bantuan kuota data empat jenis kelompok itu, kata Nadeim, juga masing masing berbeda. Yakni, kuota untuk peserta didik PAUD sebesar 20 GB, peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah sebagai grup terbesar ada 35 GB, pendidik pada paud dan jenjang pendidikan dasar dan menengah diberikan 42 GB, dan mahasiswa serta dosen sebesar 50 GB.
Tahap kedua, lanjut dia, verifikasi dan validasi nomor ponsel oleh operator seluler perusahaan telekomunikasi. “Apakah nomor yang didata aktif, tidak aktif, atau nomor tidak ditemukan?,” imbuh dia.
Tahap ketiga, lanjut Nadiem, pimpinan satuan pendidikan, baik sekolah, itu kepala sekolah. Maupun pendidikan tinggi, itu rektor, menggugah surat pertanyaan tangung jawab mutlak,” kata dia.
Menurut dia, poin penting semua pimpinan satuan pendidikan mempunyai tanggung jawab atas akurasi nomor nomor tersebut.
“Setelah itu, barulah operator satuan pendidikan melakukan pemutakhiran nomor ponsel yang aktif atau yang berubah, tidak aktif atau tidak ditemukan, untuk langsung dikirim kuota ke penerima,” kata Nadiem.
Soal penerimaan kuota internet belum tepat sasaran, Nadiem menyatakan, supaya masyarakat masuk kelompok penerima tidak khawatir jika sampai waktunya belum mendapatkan bantuan kuota data internet.
Dia mengklaim, kasus yang ada belum masuknya bantuan kuota data internet dikarenakan masalah akurasi nomor ponsel
"Kalau belum. Tahap pertama, untuk segera melapor ke pimpinan satuan pendidikan dan operator sekolah. Kepala sekolah bertanggung jawab untuk akurasi nomor. Sampaikan nomor ponsel yang didaftar, dan ke operator sekolah, bahwa nomor terdaftar dan aktif," kata Nadiem.
"Jadi, yang belum menerima, jangan khawatir penyaluran ini dilakukan secara bertahap, pastikan nomor HP akurat, karena kebanyakan belum menerima. Input salah, atau bukan nomor aktif," katanya.
Kebijakan Pemerintah Pusat terkait anggaran kuota data internet bagi peserta didik, dan tenaga pendidik mulai jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga perguruan tinggi telah disahkan.
"Kami mengalokasikan Rp72 triliun untuk bantuan dari kuota internet, dari September sampai Desember 2020," tegas Nadiem.
Dijelaskan, bantuan kuota bulan pertama disalurkan pada 22-24 September 2020 dan 28-30 September 2020. Sementara pada bulan kedua, disalurkan pada 22-24 Oktober 2020 dan 28-30 Oktober 2020. Sedangkan bantuan bulan ketiga dan keempat, disalurkan bersamaan, yaitu 22–24 November 2020 dan 28–30 November 2020.
Ilustrasi anak-anak secara berkelompok melakukan PJJ daring dari rumah masing-masing (foto: net)
Secara keseluruhan, begini. Kemendikbud telah membuat ketentuan paket kuota tersebut. Peserta PAUD mendapatkan 20 GB per bulan dengan rincian 5 GB untuk kuota umum dan kuota belajar 15 GB.
Peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah mendapatkan 35 GB per bulan dengan rincian 5 GB untuk kuota umum dan kuota belajar 30 GB.
Paket kuota internet untuk pendidik pada PAUD dan jenjang pendidikan dasar dan menengah mendapatkan 42 GB per bulan dengan rincian 5 GB kuota umum dan 37 GB kuota belajar.
Adapun, paket kuota internet untuk mahasiswa dan dosen mendapatkan 50 GB per bulan dengan rincian 5 GB kuota umum dan 45 GB kuota belajar.
Kembali ke KPAI. Sebelumnya, Retno menghitung rinci bahwa kuota belajar yang jumlahnya berkisar 20 sampai 45 GB perbulan, akan sangat minim pemakaiannya. Lantaran kuota belajar hanya dapat digunakan untuk membuka aplikasi layanan pendidikan yang jumlahnya terbatas.
Belum tentu pula, lanjutnya, aplikasi tersebut yang dipakai belajar daring selama ini.
"Kuota belajar dalam paket yang diberikan kepada para peserta didik berdasarkan apa spesifikasinya, apakah aplikasi yang sudah menjadi partner Kemendikbud ataukah semua aplikasi dapat dipergunakan dengan tidak terikat pada provider tertentu, sehingga peserta didik dapat memanfaatkan paket belajar," papar Retno.
Berdasarkan survey KPAI pada April 2020, urai Retno, terungkap bahwa Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) secara daring didominasi penugasan melalui aplikasi whatsApp, email, dan media sosial lain seperti Instagram (IG). Artinya, peserta didik atau guru dan dosen perlu menggunakan kuota umum lebih banyak.
"Kalau misalnya peserta didik melakukan pembelajaran, tapi dari sekolah harus menggunakan aplikasi lain selain dari yang di paketkan, itu berarti akan masuk ke kuota umum," kata Retno.
Merujuk pada hasil survey KPAI, tukas Retno, kuota belajar berpotensi mubazir karena minim digunakan. Sebab, mayoritas guru justru lebih senang menggunakan aplikasi yang difasilitasi oleh kuota umum.
"Kalau kuota belajar minim pemakaiannya padahal kuotanya besar, maka hal ini perlu disiasati agar uang negara dapat dioptimalkan membantu PJJ daring, jangan malah menguntungkan providernya," ungkap Retno.
Atas itu, Retno usul, agar penyedia layanan internet mengeluarkan kartu khusus untuk pelajar. Penggunaannya dapat disesuaikan kebutuhan pembelajaran, sehingga kartu tersebut hanya digunakan untuk siswa. Akan lebih baik jika provider mengeluarkan kartu baru yang sudah aktif.
"Masa berlaku 1, 3, sampai 6 bulan aktivasi provider dengan kuota khusus siswa, dengan demikian siswa dapat menggunakan kartu baru tersebut untuk belajar," tutup Retno. (hea/bbs)
Editor : heddyawan