x iklan_super_apps
x iklan_super_apps

Swaramantra Suarakan tentang Perempuan dan Anak

Avatar bukti.id
bukti.id
Sabtu, 15 Apr 2023 15:35 WIB
Seni Budaya
bukti.id leaderboard

Surabaya, bukti.id – Perempuan dan Anak. Tentang gender dan usia, yang sama-sama memiliki permasalahan kompleks. Keduanya rentan terhadap kekerasan ataupun persekusi.

Dan, hal sangat wajar jika perempuan dan anak menjadi perhatian serius Komunitas Swaramantra. Keduanya mendapat porsi lebih.

Bekerja sama dengan sejumlah lembaga, mereka menggelar Sarasehan dan Tadarrus Budaya Ramadan di tiga kota/kabupaten, yakni Tulungagung, Surabaya, dan Jember.

Di Surabaya, Komunitas Swaramantra melakukan pembacaan puisi teaterikal, dan diskusi bertajuk ‘Sudah Bebas Masalahkah Anak Anak Surabaya?’.

Acara berlangsung di Galeri Surabaya Gedung Balai Pemuda Surabaya itu, menghadirkan tiga pembicara. Yaitu, Ajeng Wira Wati, dari Komisi D DPRD Surabaya, sekaligus Wakil Ketua Pansus Perda Perlindungan Anak, dan Ketua Fatayat NU PC Surabaya, Camilia Habiba, serta unsur Peksosmas Jawa Timur, Dedik Obenk.

Perform Komunitas Swaramantra melibatkan enam orang pelaku seni, pria dan perempuan masing-masing tiga orang. Secara bergilir mereka membacakan geguritan atau puisi berbahasa Jawa, dan sebuah puisi berbahasa Indonesia. Pun mereka juga melantumkan tembang Asmaradhana, Serat Jayabaya dan sholawat.

Dalam diskusi, Camilia Habiba mengungkapkan, ada beberapa masalah yang melibatkan anak-anak Kota Surabaya. Salah satunya, hadirnya gangster yang menghebohkan warga.

Meski Pemkot Surabaya sudah melakukan tindakan pengamanan, namun masih belum dilakukan adalah monitoring secara terus menerus.

“Harusnya pemkot melakukan pengawasan. Agar angka kenakalan remaja itu bisa ditekan,” tukas perempuan yang menduduki Wakil Ketua Komisi A DPRD Surabaya itu.

Ungkapan senada dilontarkan legislator Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Ajeng Wira Wati. Dia bilang, sejumlah upaya Pemkot Surabaya untuk mengatasi segala macam permasalahan yang terjadi pada anak, hingga dituangkan dalam peraturan daerah (perda).

Bahkan, Ajeng menilai, prestasi Surabaya mendapat Penghargaan Kota Layak Anak lima kali berturut-turut, menjadi bukti atau penegasan, jika Surabaya sebenarnya sudah pantas menuju Kota Layak Anak Dunia.

Kendati begitu, Ajeng menyadari perlunya keterlibatan semua elemen masyarakat, yang berkomitmen untuk benar-benar mewujudkan Kota Layak Anak tingkat dunia.

Di sisi lain, Dedik Obenk memaparkan keberagaman kisah kenakalan anak-anak. Menurut dia bukan anak yang bermasalah, namun lingkungan sekitar.

“Bukan anak yang bermasalah, namun bisa jadi lingkungan, keluarga dan orang dewasa lah yang bermasalah sehigga menjadi permasalahan bagi anak,” tandas dia.

Di Tulungagung, Komunitas Swaramantra membahas ‘Pola Asuh Anak PMI' (Pekerja Migran Indonesia). Bekerjasama dengan Fatayat NU Tulungagung dan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Jatim, mereka menggelar acara di Café Lotus Garden, yang diikuti sekitar 50 orang lebih.

Sebanyak enam orang menampilkan pertunjukkan puisi teaterikal, yang menggabungkan unsur keagamaan, budaya Jawa dan problematika kaum PMI.

Dengan maron berisi beberapa hasil bumi dan dupa, serta pembacaan geguritan karya Widodo Basuki, dan diselingi dengan sholawat. Dilanjutkan dengan pembacaan puisi berjudul Wanita-Wanita Perkasa, yang mengungkapkan tentang kehidupan kaum PMI.

Selain pertunjukan puisi, Fatayat NU Tulungagung dan Komunitas Seni Bulan Dadari juga membacakan puisi yang dibawakan oleh Setio Hadi, menjadi pengantar memasuki sesi sarasehan bertema Pola Asuh Anak PMI.

Diskusi dibawakan oleh moderator Mufida Atmadja, aktivis KPI, dengan narasumber M Edi Subkhan dari LPA Tulungagung, Trining dari Disnakertrans Tulungagung, Laili Hikmah dari LKP3A Fatayat NU Tulungagung, dan Renny Dyah Kurniawati Ketua Yayasan Permata Gayatri Tulungagung.

Dalam diskusi, disampaikan beberapa hal yang sangat penting dalam pola asuh anak. Di antaranya, tiga hal yang bisa membunuh komunikasi anak serta memicu reaksi negatif dari anak, dan tiga yang bisa mengembangkan karakter anak.

Di sisi lain, Trining menyampaikan gambaran PMI dari Tulungagung yang menyumbangkan devisa sekitar Rp2 trilun tiap tahun. Namun, angka perceraian cukup tinggi dari keluarga PMI membuat polemik yang makin besar.

Disebutkan, sumbangan devisa Rp2 triliun tersebut, tidak bisa membayar dampak kerusakan dari ratusan anak-anak yang dipicu oleh pola asuh yang salah dari keluarga PMI. Dampak itu di antaranya, pernikahan dini, karakter anak yang tidak terarah, perilaku menyimpang dan lain sebagainya.

Renny Dyah yang berlatar belakang aktivis perempuan mengajak audien untuk sharing terkait masalah anak-anak.

”Keberadaan PMI ibarat dua mata pisau, di satu sisi kontribusi yang diberikan PMI sangat membantu percepatan kemajuan perekonomian masyarakat, tapi disisi lain dampak sosialnya juga sangat besar,” pungkas Renny.

Rangkaian kegiatan Komunitas Swaramantra diakhiri dengan acara sejenis, yang digelar di Jember. (ceb-wak yo)

Editor : heddyawan

bukti.id horizontal
Artikel Terbaru
Kamis, 02 Mei 2024 02:20 WIB | Peristiwa
Pemprov Jatim janji fasilitasi buruh Jatim dialog ke ...
Kamis, 02 Mei 2024 01:05 WIB | Hukum
Mahkamah Konstitusi gelar sidang PHPU sengketa Pileg 2024 dari sejumlah Parpol. ...
Minggu, 21 Apr 2024 19:32 WIB | Seni Budaya
FPK Jatim gelar halal bihalal dihadiri sejumlah seniman dan budayawan. ...