x iklan_super_apps
x iklan_super_apps

Nasdem Desak Pembahasannya tak Perlu Dilanjutkan

Avatar bukti.id
bukti.id
Selasa, 16 Jun 2020 23:10 WIB
Wakil Rakyat
bukti.id leaderboard

Jakarta, bukti –  Bila TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 terkait pelarangan Partai Komunis Indonesia (PKI) serta ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme tidak dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP), Partai Nasional Demokrat (NasDem) mendesak pembahasan RUU HIP tak perlu dilanjutkan.

Ketua Fraksi NasDem DPR RI, Ahmad M Ali, mengusulkan itu agar pembahasan RUU tersebut akan menimbulkan kegaduhan dan tidak ingin kontradiksi antara Orde Lama dan Orde Baru dibangkitkan kembali dengan adanya RUU HIP ini.

"Kita tidak mau kemudian pembahasan ini menimbulkan kegaduhan, menimbulkan polemik. NasDem tidak mau kemudian pembahasan UU HIP ini terus kemudian membangkitkan lagi sentimen-sentimen yang dulu, terus kita tidak mau dikotomi Orde Baru/Orde Lama itu diungkit, dibangkitkan lagi dengan UU ini. Kalau kemudian ini menimbulkan kegaduhan, ya sebaiknya nggak usah dilanjutkan," papar Ali kepada jurnalis, Senin (15/6/2020).

Ali menyebut, ada mekanisme yang harus ditempuh untuk memutuskan apakah RUU HIP akan dilanjutkan pembahasannya atau tidak. Yakni dengan pengambilan suara terbanyak.

“Kita berharap akan lebih banyak fraksi yang berpandangan sama dengan NasDem, sehingga kemudian bisa kita dengar aspirasi umat, aspirasi tokoh, ini kemudian kita bisa lebih memperjuangkan di dalamnya, karena mekanisme di DPR kan suara terbanyak. RUU HIP telah menimbulkan polemik dan suara penolakan dari ormas-ormas Islam,” tukas dia.

Ketua Fraksi NasDem DPR RI, Ahmad M Ali (net)

Wakil Ketum NasDem itu bilang, "Selanjutnya kan ke belakang-belakang ini polemiknya semakin gaduh, semakin banyak polemik, ormas Islam, Muhammadiyah, NU, MUI, dan ormas-ormas lain itu sudah berteriak, ini pasti akan gaduh. Maka kalau kemudian ini akan membuat kegaduhan, terus untuk apa kita teruskan? Akan lebih banyak mudaratnya kan? NasDem setuju-setuju untuk kita tidak perlu meneruskan ini,".

Ulama Keluarkan Maklumat

Sebelumnya, RUU HIP ini juga memantik reaksi kalangan ulama. Bahkan, Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat dan Dewan Pimpinan MUI Provinsi se-Indonesia mengeluarkan Maklumat No. Kep-1240/DP-MUI/VI/2020 terkait RUU HIP.

Dari maklumat tersebut, MUI menilai RUU HIP telah mendistorsi substansi dan makna nilai-nilai Pancasila.

“Dengan tidak dicantumkannya TAP MPRS Nomor 25/MPRS/1966 Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai organisasi terlarang di seluruh Indonesia adalah bentuk pengabaian terhadap fakta sejarah yang sadis, biadab dan memilukan yang pernah dilakukan oleh PKI di Indonesia,” tulis Maklumat tersebut, seperti dikutip dari Fanspage Buya Gusrizal Gazahar, Ketua MUI Sumatera Barat, Jumat (12/6).

Karenanya, MUI meminta kepada fraksi-fraksi di DPR RI untuk tetap mengingat sejarah yang memilukan dan terkutuk yang dilakukan oleh PKI, terutama peristiwa sadis dan tak berperikemanusiaan yang mereka lakukan pada 1948 dan 1965 silam.

MUI juga mengingatkan bila maklumat tersebut diabaikan oleh Pemerintah, maka Pimpinan MUI Pusat dan segenap Pimpinan MUI Provinsi se-Indonesia menghimbau Umat Islam di Indonesia, agar bangkit bersatu dengan segenap upaya konstitusional, untuk menjadi garda terdepan dalam menolak faham komunisme, dan berbagai upaya untuk mendistorsikan ideologi bangsa, demi terjaga dan terkawalnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Untuk diketahui, point di dalam RUU HIP yang bermuatan mengenai trisila dan ekasila terdapat pada Pasal 7 dalam draf RUU tersebut. Pasal 7 menjelaskan mengenai ciri pokok Pancasila. Berikut bunyinya:

Pasal 7

(1) Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan.

(2) Ciri Pokok Pancasila berupa trisila, yaitu: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.

(3) Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong.

RUU HIP juga menyulut kontroversi karena tidak menyertakan TAP MPRS mengenai pembubaran PKI dalam drafnya. Di bagian 'mengingat' dalam draf RUU HIP, terdapat pasal UUD Negara RI 1945 dan berbagai Tap MPR. Ada 8 landasan hukum di draf RUU HIP, namun tidak ada Tap MPRS mengenai pembubaran PKI yang masuk draf.

Tap MPRS mengenai pembubaran PKI itu bernama lengkap Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara, dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.

Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966 ini ditetapkan oleh Ketua MPRS Jenderal TNI AH Nasution pada 5 Juli 1966. Suasana saat itu, Indonesia telah dikecamuk peristiwa G30S/PKI, serta aksi-aksi yang menyusul setelahnya. (tim)

Editor : Redaksi

bukti.id horizontal
Artikel Terbaru
Kamis, 02 Mei 2024 02:20 WIB | Peristiwa
Pemprov Jatim janji fasilitasi buruh Jatim dialog ke ...
Kamis, 02 Mei 2024 01:05 WIB | Hukum
Mahkamah Konstitusi gelar sidang PHPU sengketa Pileg 2024 dari sejumlah Parpol. ...
Minggu, 21 Apr 2024 19:32 WIB | Seni Budaya
FPK Jatim gelar halal bihalal dihadiri sejumlah seniman dan budayawan. ...