Surabaya, bukti.id – Sidang lanjutan dengan agenda bacaan putusan secara virtual, Majelis Hakim, Suparno, akhirnya menjatuhkan putusan onslag bagi Direktur PT. Multindo Putra Perkasa, Handayani bin Pao Thien Tjiu, Jumat (6/8/2021).
”Perbuatan terdakwa bukan merupakan tindak pidana. Memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan jabatan,” ucap Suparno, di Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur.
Terpisah, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Surabaya, Darwis melalui layanan pesan chat WhatsApp menyampaikan tanggapan atas vonis onslag tersebut. “Kasasi mas!.”
Upaya hukum, JPU yakni, kasasi karena di persidangan sebelumnya, pihaknya melakukan tuntutan pidana penjara selama 10 tahun bagi Handayani bin Phao Thien Tjiu. Sangkaan keterlibatan terdakwa yang bergerak di bidang valuta asing dan money changer adalah modus guna menerima aliran dana dari hasil narkoba.
Pada sidang sebelumnya, agenda keterangan terdakwa yaitu, dari hasil penangkapan BNN Semarang, yang menjadi bukti JPU, bahwa melalui money changer terdakwa memiliki banyak rekening. Beberapa rekening diketahui, atas nama tiga karyawannya, rekening perusahaan, rekening pribadi, buku tabungan Bank BCA atas nama Oktaviani ada tiga, salah satunya, juga ada rekening Bank Mandiri.
Dalam perkara tersebut, turut diamankan ruko milik terdakwa, deposito atas nama Elisabeth dan Hendy sebesar Rp500 juta. Selain itu, identitas KTP terdakwa didapati ada empat macam. Namun, terdakwa berdalih jika KTP-nya sudah tidak berlaku.
Sedangkan, dua handphone terdakwa disampaikan untuk kerja. Melalui ingatan terdakwa disampaikan, percakapannya dengan Cung In pada medio 4/3/2020 hanya omong kosong.
Atas jawaban terdakwa, percakapan di handphone adalah omong kosong. Maka JPU beberkan, hasil kloning percakapan terdakwa berupa, “aku sebenarnya ingin mendalami pekerjaan narkoba, kok banyak cuan (uang).”
Kembali, terdakwa mengaku tidak ingat tentang percakapan tersebut.
Percakapan lain, terdakwa katakan, sabu dan ineks saja. Memang bisnis haram itu Haucek (enak).
Percakapan dengan Bobo Oei, terdakwa katakan, pernah kirim pesan, saat di Kuala Lumpur aman, terdakwa pun, akui Miming adalah kakaknya Bobo Oei.
Masih soal percakapan, terkuak juga kalimat : “kamu tidak disuruh kulakan?, biasanya kulak dari Malaysia bukan dari Thailand”.
Terdakwa pun, mengelak jika yang dimaksud dalam percakapan itu adalah kulakan baju.
Dalam percakapan juga disebut pengiriman transaksi hitam, uang kotor,
Terdakwa kembali berkelit tidak ngerti. Yang diketahui terdakwa disuruh kirim uang.
Percakapan lainnya, dengan Jung In, bahwa terdakwa ingin dalami penjualan narkoba akeh cuan (banyak uang).
Aku ingin survey, Bos diskotik “Kantor” pasti duitnya banyak. Kalau kerja biasa ya!, ngene-ngene (begini saja). Ayo, Jin temukan dengan Bos diskotik “Kantor “. Cita-Cita ku jadi Bandar “BD”.
Dari semua kloning percakapan yang disampaikan di sidang, terdakwa memberikan jawaban, lupa.
Keterkaitan, terdakwa dengan Dany Kosasih, Raditya, Iqbal, Juanda, Bintaro Sibuya diakui, terdakwa tidak pernah komunikasi.
Namun, Juanda atau Bintaro di persidangan sebagai saksi, mengatakan, melalui rekening atas namanya, ia diperintah Bos Besar sabu untuk mengirimkan sejumlah dana ke rekening terdakwa.
Sedangkan, Bos Besar di persidangan mengatakan, tidak kenal terdakwa.
Lantas, Bos Besar sabu, apakah semudah itu menyuruh Juanda atau Bintaro mengirimkan sejumlah dana ke rekening terdakwa yang tidak dikenali Bos Besar sabu (trik, para Bandar hampir mirip dengan cara mereka menjual sabu dengan sistem ranjau), guna memutus rantai agar para Bandar Besar bisa mengamankan dana hasil penjualan narkoba.
Ironisnya, Majelis Hakim justru menjatuhkan vonis onslag bagi Handayani bin Phao Thien Tjiu. (slm)
Editor : heddyawan