Surabaya, bukti.id – Akhir ‘drama’ perkara dugaan bisnis fiktif berkedok properti syariah, Smart Kost, berujung putusan pidana penjara 4 bulan 15 hari terhadap Dadang Hidayat, oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, belum lama ini. Terdakwa Dadang adalah Direktur Utama (Dirut) PT Indo Tata Graha (ITG) sebagai developer Smart Kost.
Atas penahanan Dadang, praktis seluruh progres pekerjaan properti dibawah bendera ITG tersendat dan sebagian berhenti sementara. Mengingat tidak hanya Smart Kost yang dibangun dan dikelola perusahaan ini. Di antaranya, Bumi Madina Asri Juanda, Bumi Madina Asri Bangah I-II, Graha Permata Juanda, Bumi Madina Asri Kenduruan, Grand Madina Singasari, Bumi Madina Asri Luwuk Sulawesi, dan sebagainya.
“Sebagai akibat perkara Smart Kost, hampir seluruh pekerjaan di ITG agak terganggu. Mengingat ada hal-hal penting dan mendasar yang mengharuskan dihandle oleh pak Dadang selaku Dirut ITG. Namun ada sebagian pekerjaan yang bersifat ringan dan administratif, tetap berjalan seperti biasa,” ungkap pengacara perusahaan (corporate lawyer) ITG, Rahmad Ramadhan Machfoed SH, Kamis (23/9/2021).
Kembali ke kasus Smart Kost. Perkara tersebut mencuat setelah salah seorang user Smart Kost, Kesti Irawati, melaporkan Dadang ke Polrestabes Surabaya atas tuduhan penipuan dan penggelapan dengan modus properti syariah, yakni kepemilikan Smart Kost yang berlokasi di Mulyorejo dan Mulyosari, Kenjeran, Surabaya, Jawa Timur. Sehingga kasus inipun menggelinding ke PN Surabaya.
Saat sidang, Kesti – seorang pegawai PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) – mengaku telah membayar uang ke PT ITG sebesar Rp2,4 miliar untuk kepemilikan dua unit Smart Kost. Diketahui, satu unit Smart Kost terdiri atas dua lantai dengan total 10 kamar.
Dikatakan Rahmad, uang yang dibayarkan Kesti Rp2,1 miliar melalui rekening ITG, bukan rekening pribadi Dadang. Tuduhan penggelapan Kesti terhadap Dadang, ujar dia, sebenarnya tidak bisa dibuktikan. Sebab, Dadang sudah beriktikad baik mengembalikan Rp850 juta. Sebelum itu, ditawarkan pula aset milik Dadang di Delta Sari, nilainya diklaim lebih besar dari tagihan Kesti.
”Bu Kesti tidak mau menerima karena ingin uang tunai,” ujar Rahmad.
Selanjutnya, saat mediasi terakhir, Kesti bersedia menerima aset di Delta Sari yang ditawarkan Dadang. Sehingga, Rahmad mengklaim sudah ada perdamaian lisan antara Dadang dan Kesti. Namun, perdamaian lisan itu tidak sertamerta menghentikan laporan di kepolisian, hingga berakhir di putusan Majelis Hakim di persidangan.
Rahmad mengungkap, proyek Smart Kost tersebut memang benar ada. Bukan proyek fiktif. Pada 2017, Pihak ITG sudah membeli tanah dan melakukan pembayaran total Rp14 miliar ke pemilik tanah, Stevanus. Rinciannya, tanda jadi (down payment) Rp100 juta, kemudian Rp1,4 miliar, dan selanjutnya Rp850 juta setiap kali mengangsur.
Proses jual beli lahan itu antara pihak ITG dan Stevanus, seorang yang diketahui adalah dosen Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS). Karena masih dalam sengketa, Dadang menghentikan pembayaran ke Stevanus.
Rahmad berujar, memang benar kliennya tidak mengecek perihal status tanah dan langsung memperjualbelikan lahan kepada calon user Smart Kost dengan model perjanjian syariah. Pemilik tanah menjamin tanah tersebut tidak akan bermasalah, Dadang pun percaya dan bergegas memasarkan Smart Kost.
Keyakinan Dadang menawarkan Smart Kost kian menguat, imbuh Rahmad, setelah mendapat janji seorang advokat bernama Krisnani alias Cristin yang diakui sebagai kuasa hukum pemilik tanah. Di hadapan Dadang dan notaris, Cristin menjanjikan kepengurusan semua legalitas lahan. Namun hingga waktu yang ditentukan, janji Cristin tak terealisasi dan membuat terhambatnya proses pembangunan. Diketahui jika Cristin, sebelumnya pernah menjadi pengacara perusahaan ITG.
”Di tengah jalan ketika tanah mau dibangun, ada klaim dan gangguan dari pihak ketiga. PT ITG tidak bisa melanjutkan pekerjaan pembangunan,” ujar Rahmad, seraya menyebut jika ITG melakukan proses awal pengurukan lahan sejak 2018.
Rahmad memaparkan, user Smart Kost tercatat 20 orang. Atas perkara tersebut, sembilan user menyatakan melanjutkan proses jual beli. Sedangkan terhadap 11 user lain, ITG bersedia mengembalikan. Kesti, adalah satu dari ke-11 user tersebut.
“Kami menawarkan tiga skema kepada para konsumen Smart Kost. Pertama, konsumen akan tetap mendapatkan hak unit di Smart Kost. Karena ITG tetap berkominten melanjutkan pembangunan. Kedua, bila konsumen terlalu lama menunggu, ITG akan menawarkan relokasi ke unit lain yang sudah dibangun ITG dan telah berpenghuni. Ketiga, yakni memasukan refund ke konsumen,” ujar Rahmad.
Kepada konsumen Smart Kost yang menggunakan penasehat hukum, Rahmad berharap untuk berpikir ulang. Di sisi lain, ITG bakal melakukan pelaporan atas kasus penipuan kepada sejumlah pihak terkait kepemilikan tanah.
“Sebaiknya kita berdiskusi secara musyawarah untuk mencari penyelesai terbaik. Mengingat sebenarnta klien kami adalah korban,” tutup Rahmad. (edd/slm)
Editor : heddyawan