Jakarta – Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) sangat perlu disosialisasikan. Hal ini tidak lepas dari dukungan para tokoh masyarakat, dan peserta itu sendiri. Seperti yang diungkapkan Ketua Komisi VIII DPR RI, Ashabul Kahfi, saat berada Makassar, Sulawesi Selatan, baru-baru ini.
Kahfi menilai, ada sebagian masyarakat yang beranggapan bahwa biaya perjalanan ibadah haji dinaikkan setiap tahun. Padahal, sebenarnya selama ini Bipih yang ditanggung jemaah hanya sebagian kecil dari biaya total biaya perjalanan (BPIH).
“Setiap tahun itu ada keuntungan dari pengelolaan dana haji sebanyak Rp.10,5 triliun, kemudian keuntungan ini disisihkan 8,2 T sebagai nilai manfaat atau subsidi Bipih terhadap 241 ribu jemaah haji, sisanya untuk kemaslahatan umat, seperti bantuan ambulance, bantuan ke ormas-oramas Islam dan beasiswa,” ujar Kahfi, dalam keterangannya, saat menghadiri Diseminasi Strategi Pengelolaan dan Pengawasan Keuangan Haji dan Sosialisasi BPIH 1445 H/2024 M, Makassar, Sulawesi Selatan, kemarin.
Dia mengajak masyarakat tidak mudah percaya dengan informasi hoaks seputar pengelolaan keuangan haji.
"Misalnya, ada yang bilang dana haji dipakai untuk infrastruktur. Semua itu tidak benar. Bisa cek langsung ke website atau medsos BPKH, atau tanyakan langsung ke kami Komisi VIII atau Kementerian Agama. Ada yang bilang dana haji dipakai untuk infrastruktur. Semua itu tidak benar. Bisa cek langsung ke website atau medsos BPKH,” ungkap politisi Fraksi PAN ini.
Pada bagian lain, anggota Dewan Pengawas BPKH, Deni Suardini menyebut kalau BPKH bakal gencar memberi diseminasi sosialisasi pada masyarakat, dalam memberikan penjelasan dan pemahaman secara langsung mengenai BPIH dan pengelolaan keuangan haji.
“BPKH berkomitmen untuk mengelola keuangan haji secara profesional, transparan, dan akuntabel. Hal ini dilakukan agar pengelolaan keuangan haji dapat memberikan manfaat yang optimal bagi jemaah haji,” ujar Deni.
Keuangan haji itu, sambung dia, harus benar-benar dapat dipertanggungjawakan, dan dipromosikan serta disosilaisasikan seluas-luasnya kepada masayarakat melalui diseminasi.
“Pengelolaannya harus taat azas, kita harus membiasakan yang benar, bukan membenarkan yang biasa. Dana yang ada sebesar kurang lebih 168 T itu, 76 persen diivestasikan dalam bentuk SBSN dan 24 persen di bank syariah pemerintah,” tegas Deni. (iks)
Editor : heddyawan