Jakarta, bukti – Selain tetap waspada dan selalu mengikuti ketentuan protokol kesehatan, misalnya memakai masker, cuci tangan pakai sabun, jaga jarak dan menghindari kerumunan di musim pandemi Covid-19 ini. Hal lain yang tak kalah penting adalah mewaspadai ancaman Demam Berdarah (DBD).
Ahli infeksi dan pedriati tropik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dr. Mulya Rahma Karyanti, SpA(K) mengatakan bahwa nyamuk menggigit antara jam 10 sampai jam 12 siang. Gigitan nyamuk bisa menyerang semua kelompok umur. Saat ini kecenderungan yang terjadi banyak kasus DBD menyerang kelompok umur remaja.
"Dia senangnya gigitnya pada pagi hari, day biters, jadi antara jam 10 sampai jam 12 di masa anak-anak lagi sekolah. Kadang-kadang kenanya di situ. Sama sebelum magrib ya, jam 4 sampai jam 5 sore," ucap dr. Mulya saat dialog di Media Center Gugus Tugas Nasional, Jakarta, Senin (22/6).
Dokter Mulya menekakan pada upaya pencegahan dengan 3M. "Yang penting, membersihkan tempat berkembang biaknya di air bersih," ucapnya.
Tempat genangan air yang sering di rumah tangga seperti pot-pot bunga juga harus dikeringkan.
"Minimal satu kali dilakukan, satu kali seminggu dengan menguras bak mandi, 3M tadi, itu memutuskan dari nyamuk jentik menjadi dewasa," pesan dr. Mulya.
Disebutkan, nyamuk Aedes Aegypti atau nyamuk demam berdarah memiliki perilaku mengigit pada pagi dan sore hari. Nyamuk dengan ciri khas kaki berwarna hitam dan putih ini mengigit manusia pada waktu pagi dan sore. Kemudian, demam pada anak perlu diwaspadai para orang tua karena ini salah satu gejala DBD. Apabila menemui kondisi ini, penderita meminum air dan jangan sampai dehidrasi.
"Awasi asupan minum, kedua awasi buang air kecilnya, normal biasanya kalau cukup asupan cairannya, dia 4 sampai 6 jam harusnya buang air kecil, dan awasi aktivitasnya," pesannya.
Namun, apabila gejala semakin memburuk seperti muntah terus menerus dan tidak buang air lebih dari 12 jam, kita perlu berhati-hati dan penderita segera mendapatkan perawatan medis.
Berbeda dengan gejala COVID-19 yang saat ini masih terjadi penularan, dr. Mulya mengungkapkan pada kasus penyakit akibat virus SARS-CoV-2 lebih ke sistem saluran napas atas. Sedangkan gejala pada DBD, demam dan pendarahan kulit yang perlu diwaspadai, seperti mimisan, gusi berdarah, atau memar.
Gejala penderita DBD biasanya mengalami panas mendadak, kadang disertai muka merah, nyeri kepala, nyeri di belakang mata, muntah-muntah dan biasanya bisa disertai pendarahan.
"Itu yang tidak ada pada COVID, pendarahan spontan, mimisan, gusi berdarah, atau timbul bintik-bintik merah di kulit, itu bisa terjadi," tambahnya.
Ia juga menjelaskan apabila penderita DBD pada hari ketiga panas tidak turun-turun, penderita harus meminum air.
"Jadi, kalau hari ketiga dia kurang minum, akhirnya pasti ada gejala-gejala tanda bahaya, warning sign kita sebutnya," ucapnya.
Panas tinggi menunjukkan infeksi virus tinggi di dalam tubuh penderita. Suhu badan bisa mencapai 40 derajat. "Nah, kalau demam 2 sampai 3 hari tidak membaik, segera ke rumah sakit," kata Dokter Mulya.
Bahaya lain dapat diamati melalui gejala berupa sakit perut, letargi atau lemas, pendarahan spontan, pembesaran perut, hati dan ada penumpukan cairan. Penderita yang mengalami kondisi tersebut bisa berdampak pada fase kritis.
Untuk itu, masyarakat harus tetap waspada terhadap ancaman DBD karena Kementerian Kesehatan mencatat kasus yang masih cukup tinggi hingga Juni ini. Potensi mewabahnya DBD di tengah pandemi ini menjadi sorotan gugus tugas. Dan, ini penting untuk disikapi karena catatan Kementerian Kesehatan menunjukkan lebih dari 68.000 kasus DBD terjadi di Indonesia dengan angka kematian mencapai 346. (tji)
Editor : Tudji