Baliho Wali Kota Risma dan Eri Cahyadi Dinilai Tidak Netral

bukti.id
Baliho wali kota bersama Eri Cahyadi. (net)

Dianggap Tidak Netral, Baliho Gambar Risma dan Eri Cahyadi Disoal

Surabaya, bukti.id – Saat ini sudah memasukai masa kampanye Pilwali di Kota Surabaya. Namun, masa kampanye yang dimulai sejak 26 September sampai 5 Desember ini sudah banyak yang jadi sorotan. Utamanya, baliho dengan menampilkan foto Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini bersama Eri Cahyadi, pasangan nomor urut 1.

Baca juga: SE Wali Kota Surabaya Terkait Ramadan dan Idul Fitri 1445 H

Baliho tersebut mudah dijumpai di berbagai sudut jalan protokol. Menurut pengamat politik Eko Ernada, seharusnya pejabat negara aktif bersikap arif, tegas, dan tidak boleh memihak. "Ini pendidikan politik kepada masyarakat," ujarnya.

Menurutnya, munculnya baliho Eri Cahyadi-Armudji yang memasang foto Risma bisa memberikan ruang kepada pelanggaran peraturan perundangan yang berlaku. Selain itu, pejabat negara aktif yang dikenal sangat dekat dengan paslon akan memunculkan opini tidak sehat. Dimana hal itu bisa menguntungkan salah satu paslon dan merugikan paslon yang lain.

"Maka sudah semestinya pejabat politik setingkat kepala daerah harus memberi contoh dan menjadi panutan yang baik, terlebih sudah 10 tahun memimpin Surabaya," ucapnya.

Eko menegaskan, jika memang ada kadernya yang dicalonkan, maka harus dilakukan secara fair dan objektif. Sehingga tidak memberi kesan memanfaatkan posisi dan jabatannya untuk intervensi politik yang bisa menciderai azas Pilkada, jujur dan adil (jurdil).

"Sebagai calon (Eri) tentunya harus menunjukkan eksistensi secara benar dan siap bersaing dengan baik," ujarnya.

Sebagai calon, katanya, Eri-Armudji harus memegang teguh fakta integritas yang dilakukan dan dibacakan saat mendaftar. Apalagi KPU dan Bawaslu Surabaya dengan dua paslon sudah melakukan deklarasi Pilwali damai. "Calon harus bersaing dengan baik sebagaimana fakta integritas. Itu sebagai komitmen moral dan patuh terhadap peraturan yang berlaku," jelasnya.

Baca juga: Bursa Kerja ASSIK Bikin Asyik Arek Suroboyo

Pilwali Surabaya, menurutnya, memiliki dinamika yang sangat tinggi dan persaingan ketat. Maka perlu dilakukan dengan sehat dan masyarakat ikut mengawal perjalanan demokrasi ini sehingga menghasilkan pemimpin yang memiliki integritas.

Sementara Ketua Komisi Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jatim Novli Bernado Thyssen mengecam ketidaknetralan Risma dalam Pilwali Surabaya. Sikap Risma yang tidak netral melanggar undang-undang 1 nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota.

Novli menegaskan, pasal 71 uu 10/2016 disebutkan secara eksplisit bahwa gubernur dan wakilnya, bupati dan wakilnya, wali kota dan wakilnya dilarang menggunakan program dan kegiatan yang menguntungkan salah satu calon terhitung sejak 6 bulan sebelum penetapan calon.

"Penetapan calon di Pilwali Surabaya pada 23 september lalu, nah saya tracking enam bulan sebelum itu banyak sekali kebijakan Risma yang tidak netral, contohnya gambarnya dipakai di baliho Eri Armuji dibiarkan tidak ditindak," ucapnya.

Baca juga: Berharap Surabaya Cross Culture Mendunia

Menurutnya, Risma seolah membiarkan gambarnya dipakai di baliho paslon. Padahal, sebagai wali kota memiliki instrumen penegak perda, yakni Satpol PP yang bisa menertibkan pelanggaran-pelanggaran.

"Ini kesannya Risma melakukan pembiaran. Padahal ada sanski pidananya lho pelanggar uu 10/2016 itu. Karena prinsipnya pilkada itu keasulan, memperlakukan semua paslon sama," jelasnya.

Sayangnya, penggunaan foto Risma di baliho Eri-Armuji terkesan dibiarkan oleh Bawaslu Surabaya. "Bawaslu juga tidak netral, saya bisa mempertanggung jawabkan ucapan saya ini," akunya.

Meski begitu, Novli tetap akan melaporkan penggunaan foto Risma di baliho Eri-Armuji kepada bawaslu. Harapannya bawaslu segera menindak. "Tapi kalau ngak diproses, saya akan laporkan Bawaslu ke DKPP, karena pelanggaran etik," tandasnya. (war/bbs)

Editor : W Aries

Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru