JAKARTA, bukti.id – Meminjam istilah Maharesi Ronggolawe, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ibarat “Banteng Ketaton.” Barisan elit, kader, hingga simpatisan paling bawah, marah sejadi-jadinya. Amuknya, ibarat seekor banteng jantan yang berkali-kali dilukai. Itu lantaran ideologi kepartaian diusik. Sejarah panjangnya, kembali dikaitkan dengan partai terlarang di Indonesia, Partai Komunis Indonesia (PKI).
Kemarahan partai kader “Banteng Moncong Putih” itu dipicu oleh aksi pembakaran bendera partai PDIP. Insiden itu terjadi saat aksi unjuk rasa menolak Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) di depan Gedung MPR/DPR, Rabu (24/6) lalu.
Baca juga: Siap-siap Pemerintah Bakal Buka Tes PPPK Guru
Aksi demonstrasi dimotori Aliansi Nasional Anti Komunis (ANAK) NKRI. Di dalamnya, terhimpun massa ormas seperti, Front Pembela Islam (FPI), Persaudaraan Alumni (PA) 212, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama.
Bagi PDIP, aksi provokasi pembakaran bendera partai PDIP bukan hanya menciderai wajah demokrasi di Indonesia. Lebih jauh, bertujuan mengganggu stabilitas kepemimpinan dan pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Atas dasar itulah, PDIP dengan tegas akan menempuh jalur hukum untuk menyelesaikannya. Seperti diungkapkan Sekjend PDIP, Hasto Kristiyanto.
"Serangan ke PDI Perjuangan punya tujuan lebih jauh, mengganggu pemerintahan Pak Jokowi. Untuk itu PDI Perjuangan menegaskan bahwa dialog dan musyawarah kita kedepankan, namun jangan uji kesabaran revolusioner kami," cetus Hasto.
Ancaman PDIP tak main-main. Keseriusan sikap itu dibuktikan dengan aksi protes oleh ribuan kader dan simpatisan PDIP di berbagai daerah yang ikut turun ke jalan. Mereka kompak mendesak pihak kepolisian agar mengusut tuntas kasus pembakaran bendera partai PDIP tersebut. Pergerakan massa ini, sekaligus menunjukkan bukti kepatuhan kader menanggapi instruksi Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.
Dalam surat perintah yang dikeluarkannya, Megawati meminta para kadernya untuk bersiaga setelah insiden pembakaran bendera partai PDIP. Megawati menyebut, PDIP adalah partai yang memiliki sejarah panjang dalam memperjuangkan hak demokrasi. Bahkan, internal partai sempat pecah hingga puncaknya terjadi penyerangan kantor partai, pada 27 Juli 1996 silam. Tragedi yang dikenal dengan Peristiwa ‘Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli’ alias Peristiwa Kudatuli atau ‘Peristiwa Sabtu Kelabu’.
Berikut ini beberapa sikap dan isi lengkap surat perintah Megawati, beberapa saat usai insiden pembakaran bendera partai PDIP itu terjadi. (ags)
Baca juga: Ganjar Serukan Program Satu Keluarga Miskin Satu Sarjana
SURAT PERINTAH HARIAN KETUA UMUM PDI PERJUANGAN
Merdeka!!!
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan adalah Partai yang sah dan dibangun melalui sejarah panjang serta berakar kuat pada sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, melalui Partai Nasional Indonesia yang didirikan oleh Bung Karno pada tanggal 4 Juli 1927.
PDI Perjuangan juga memiliki sejarah panjang di dalam memerjuangkan hak demokrasi rakyat, meskipun membawa konsekuensi di kuyo-kuyo, di pecah belah, dan puncaknya penyerangan kantor Partai pada tanggal 27 Juli 1996.
Baca juga: Tandem Ganjar. PDI Perjuangan Bilang, Menunggu Momentum
Meskipun demikian dalam perjalanannya, PDI Perjuangan tetap dan selalu akan menempuh jalan hukum. PDI Perjuangan akan terus mengobarkan elan perjuangan bagi dedikasi Partai untuk Rakyat, Bangsa, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Atas dasar hal tersebut, sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan saya tegaskan bahwa PDI Perjuangan tidak pernah memiliki keinginan untuk memecah belah bangsa sebab kita adalah pengikut Bung Karno yang menempatkan Pancasila sebagai suluh perjuangan bangsa.
Terus rapatkan barisan!
Tempuhlah jalan hukum, perkuat persatuan dengan rakyat,
karena rakyatlah cakrawati Partai.
Sekali Merdeka Tetap Merdeka!
Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh!
Bendera selalu tegak!! Seluruh kader siap menjaganya!!!
Jakarta, 25 Juni 2020
Megawati Soekarnoputri
Editor : Tudji