Jakarta, bukti.id – Sanksi tegas kepada partai politik (parpol) yang kadernya di daerah terjerat kasus korupsi. Hukuman atau sanksi bisa berupa larangan bagi parpol untuk mengikuti Pilkada dan Pemilu Legislatif DPRD setempat. Itulah usulan yang disampaikan politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani.
"Harus ada proses hukum yang tegas. Tidak hanya terhadap kader, tetapi partai politik dipinalti. Misalnya, kader di daerah itu buruk, maka dipinalti di daerah itu tidak boleh ikut pemilu atau pilkada," kata Arsul di Jakarta, Kamis (21/10/2021).
Menurut anggota Komisi III DPR RI tersebut, sanksi juga bisa berlaku tegas jika korupsi dilakukan di level nasional. Parpol terkait dilarang ikut dalam pemilu level nasional.
Namun, Arsul menyatakan proses hukum itu bisa diterapkan jika sudah ada pembenahan terkait sistem pendanaan partai politik. Menurut dia, sejauh ini, belum ada pembenahan dana parpol dari pemerintah.
Wacana kenaikan dana parpol sempat mencuat ketika Tjahjo Kumolo menjadi Menteri Dalam Negeri. Namun, sampai saat ini wacana tersebut tak kunjung terealisasi.
"Sekarang ini kan di tingkat pusat per suara seribu rupiah. Itu kan mau ditingkatkan, itu jadi jalan keluar karena political funding itu di negara maju juga terjadi," ujar Arsul.
Apabila pendanaan sudah diubah, maka proses hukum yang ia usulkan baru bisa diterapkan.
Kasus korupsi yang menjerat kader partai politik di daerah marak terjadi. Bukan baru kali ini saja, tetapi sudah banyak riwayat kasus serupa. Sepanjang 2021, setidaknya terdapat tujuh kepala daerah yang terseret kasus korupsi.
Mereka adalah Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, Bupati Nganjuk Novi Rahman, Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari, Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono, Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur, Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin, hingga Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra. (hea)
Editor : heddyawan