x bukti.id skyscraper
x bukti.id skyscraper

Ekspor Anakan Lobster Dilarang, Komoditi Justru Terang Benderang

Avatar bukti.id
bukti.id
Jumat, 17 Jul 2020 23:02 WIB
Buktigrafis
bukti.id leaderboard

Jakarta, bukti.id – Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dir Tipidter) Bareskrim Polri belum lama ini menangkap Lim Swie King terkait tindak pidana perikanan, khususnya pelanggaran terhadap pembudidayaan dan ekspor benih lobster (benur).

"Penyidikan tindak pidana perikanan yang berkasnya telah dianggap lengkap (P21) dan dilimpahkan pada proses penuntutan Jaksa Penuntut Umum, kasus ini juga ditangani di wilayah Hukum Polda Jambi dan Polda Jawa Timur," kata Dir Tipidter Brigjen Syahar Diantono, Selasa (14/7/2020) lalu.

Polisi menyebut, meski mengaku memiliki izin, namun obyek tangkapan tersangka dinyatakan melanggar undang-undang. Dianggap tidak memenuhi syarat dalam Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 perihal ketentuan pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan.

Dari jumlah total benih lobster yang disita 73.200 ekor, sebanyak 44 ribu benih lobster telah dilepas di Laut Carita, Banten. Sementara itu, 30 ribu benih lobster dijadikan riset Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), 200 benih lobster akan jadi barang bukti di pengadilan.

Penangkapan Liem Swie King belakangan jadi perbincangan publik. Itu lantaran tersangka memiliki nama yang sama dengan sosok atlet legendaris bulutangkis Indonesia: Liem Swie King. Nama Liem Swie King dikenang setelah menorehkan prestasi luar biasa. Yakni, juara All England 3 kali sehingga populer dijuluki "King Samsh".

Terkait hal itu, Liem Swie King menegaskan bahwa orang yang menjadi tersangka penyelundup benih lobster bukanlah dirinya.

"Itu bukan saya, hanya namanya sama dengan saya," kata pria berusia 64 tahun ini ketika dikonfirmasi wartawan, Kamis (16/7/2020).

 

Marak Sejak 2015

Penyelundupan benih lobster ke luar negeri mulai marak terjadi sejak 2015. Tepatnya sejak aturan pelarangan ekspor benih lobster diberlakukan melalui Permen KP Nomor 1 Tahun 2015. Saat itu Menteri KP masih dijabat Susi Pudjiastuti.

Setahun kemudian, oleh Susi, aturan direvisi dengan menambahkan larangan ekspor indukan yang sedang bertelur melalui Permen Nomor 56 Tahun 2016.

KKP mencatat sedikitnya 10 kasus penyelundupan benih lobster pada 2015. Jumlah anakan lobster yang diselundupkan sebanyak 545,9 ribu ekor. Jika dirupiahkan total nilainya mencapai Rp 27,3 miliar.

Tahun-tahun berikutnya kasus penyelundupan benih lobster kian marak. Hingga tahun 2018, aparat keamanan menindak sedikitnya 58 kasus. Total benihlobster yang gagal diselundupkan mencapai 2,5 juta ekor. Nilainya mencapai Rp 463 miliar. Terlihat, dalam kurun waktu tiga tahun penyelundupan benih lobster meningkat lebih dari 10 kali lipat.

Rapat Koordinasi Nasional Kementerian Kelautan dan Perikanan 2019 mengungkap, ekspor benih lobster masih terjadi di pasar gelap, salah satunya ke Vietnam. Yang mengejutkan, dari total kebutuhan 80% benih lobster berasal dari Indonesia, celakanya lewat Singapura.

Singapura sebagai pihak perantara jelas memperoleh untung paling besar. Pasalnya, benih lobster dari Indonesia diketahui hanya dijual seharga Rp 3-5 ribu per benih. Ketika dijual kembali, harganya bisa mencapai Rp 139 ribu per benih. Selisih harga itulah yang dinikmati oleh perantara.

Dalam kasus ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap aliran dana Rp 300-900 miliar setiap tahun. Dana dialirkan dari bandar di luar negeri ke para pengepul di Indonesia untuk membeli benih lobster. Para penyelundup diduga terlibat dalam sindikat internasional.

 
Larangan Ekspor Dicabut

Maraknya kasus penyelundupan menjadi salah satu pertimbangan Menteri KP Edhy Prabowo kenapa harus mencabut aturan pelarangan ekspor benih lobster yang diterbitkan oleh pendahulunya, Susi Pudjiastuti.

Dibukanya kembali keran ekspor benih lobster termaktub dalam Permen KP Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia.

Edhy berdalih, kebijakan yang diambilnya itu semata demi menyejahterakan rakyat. Sebab, Permen KP 56 Tahun 2016 tentang Larangan Ekspor Benih Lobster yang diteken Susi selama ini dianggap merugikan masyarakat.

"Saya mencabut Permen Nomor 56 yang dirasa masyarakat merugikan. Karena masyarakat (nelayan) banyak mencari mata pencaharian dari lobster, dan tiba-tiba dihapus (dilarang) tanpa ada alternatif lain," tegas Edhy saat melakukan kunjungan kerja ke Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo, Jawa Timur, Jumat (10/7/2020) lalu.

Sebelumnya, di hadapan 28 pemimpin redaksi media cetak, online dan juga elektronik, Edhy telah merespons kekhawatiran banyak pihak ihwal kebijakannya tidak akan mengancam populasi komoditas lobster di Tanah Air.

Di berbagai kesempatan, Edhy juga berulang kali menegaskan perubahan aturan yang diterbitkannya sudah berdasarkan kajian mendalam bersama pakar dan ahli.

Menurutnya, potensi hidup lobster budidaya sangat besar, yakni mencapai 70 persen. Peluangnya jauh lebih tinggi dibanding hidup di alam. Bahkan kata dia, tiap ekor benih lobster untuk mampu bertahan hidup hingga dewasa peluangnya hanya 1 persen saja.

Makanya, keputusan untuk melegalkan ekspor benih-benih lobster dianggapnya sudah tepat. Apalagi penyelundupan benih lobster dari tahun ke athun semakin banyak sejak pelarangan ekspor.

"Karena jika lobster dibiarkan di alam bebas pun juga tidak bermanfaat dan akan mati. Masyarakat ada dan bisa dimanfaatkan. Kalau dikatakan setelah diambil nantinya akan habis tidak juga, karena perusahaan maupun masyarakat yang mengambilnya wajib mengembalikan dua persennya," ucap Edhy.

 
Dilarang, Justru Benderang

Dari data KKP, jumlah kasus penyelundupan benih lobster ke luar negeri sekilas memang terlihat  meningkat sejak larangan ekspor diberlakukan Susi Pudjiastuti. Namun jika data ekspor lobster diamati secara keseluruhan, dampak dari larangan ini justru membuat nilai komoditas ekpor perairan dan kelautan Indonesia terang benderang.

Di era Menteri Susi, keberlanjutan populasi benih lobster lebih dijaga. Itu karena lobster digolongkan hewan plasma nuftah yang sulit untuk dibiakkan. Proyeksinya agar lobster dewasa memiliki nilai tambah yang tinggi ketimbang benihnya saja.

Strategi ini ternyata membuahkan hasil. Buktinya, total ekspor lobster Indonesia tercatat meningkat. Bahkan, Indonesia menduduki posisi 12 negara pengekspor lobster terbesar dunia. Hingga 2015, Indonesia masih berada di posisi 20.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor lobster panulirus meningkat empat kali lipat dalam tiga tahun terakhir. Pada 2015, ekspor lobster baru mencapai US$ 7 juta pada 2015, lalu naik menjadi US$ 17,2 juta pada 2017 dan US$ 28,5 juta pada 2018.

Peningkatan itu berasal dari kenaikan ekspor lobster hidup yang tidak bertelur, segar atau dingin, dan ukuran konsumsi manusia. Harganya bila diekspor bisa mencapai Rp 400 ribu hingga Rp 1 juta per ekor.

Larangan ekspor benih lobster yang ditetapkan Susi dalam Permen KP Nomor 56 Tahun 2016 mengatur rinci jenis dan ukurannya. Penangkapan dan ekspor lobster jenis panulirus hanya diperbolehkan dalam kondisi tertentu. Yaitu indukan tidak sedang bertelur serta yang memiliki panjang karapas lebih dari 8 cm dan berat di atas 200 gram.

Menurut peneliti oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Rianta Pratiwi dalam jurnal Oseana (2013), habitat hidup lobster panulirus berada di daerah tropis, sub-tropis, dan semi-tropis. Makanya, spesies ini melimpah di perairan Indonesia, seperti bagian barat Sumatera, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat.

Berbeda dengan Indonesia yang memiliki banyak benih lobster, Vietnam diketahui lebih terampil dalam pembudidayaan, salah satunya soal pakan. Mereka menggunakan ikan rucah yang pasokannya melimpah. Itu lantaran nelayan di sana diperbolehkan menggunakan jaring pukat untuk menangkap ikan-ikan berukuran kecil.

Karena itu, Vietnam cukup mengandalkan impor benih yang mayoritas berasal dari Indonesia. Benih lantas dibudidayakan hingga dewasa, sebelum akhirnya diekspor. Nilai tambah lobster pun menjadi keuntungan mereka.

Pada 2014, Vietnam mengimpor benih lobster dari seluruh dunia senilai US$ 6,2 juta. Di tahun yang sama, negara ini sudah mampu mengekspor lobster dewasa yang nilainya mencapai US$ 13,59 juta.

Data Trade Map mencatat, surplus perdagangan lobster Vietnam sempat mencapai US$ 9,1 juta pada 2012 dan US$ 7,38 juta pada 2014. Kemudian turun menjadi US$ 3,7 juta pada 2015. Vietnam mengalami defisit perdagangan lobster pada 2016, mencapai US$ 5,36 juta.

Saat itu Vietnam mengimpor 503 ton lobster dan hanya mengekspor 291 ton. Meski sudah berkurang, defisit perdagangan lobster Vietnam masih berlanjut di 2017, sebesar US$ 849 ribu. Kemudian kembali surplus pada tahun lalu US$ 3,05 juta. (aaw)

Editor : heddyawan

bukti.id horizontal
Artikel Terbaru
Rabu, 04 Jun 2025 19:00 WIB | Ekonomi
Gubernur Luthfi ungkapkan jika Pemprov Jawa Tengah membuka peluang sekitar puluhan ribu tenaga kerja untuk bekerja di Kawasan Industri Kendal. Proyeksi ke depan ...
Rabu, 04 Jun 2025 13:54 WIB | Pemerintahan
Kapan, berapa lama, dan ruas mana penerapan diskon tarif tol di tanah air? Belum jelas. Menteri Pekerjaan Umum, Dody Hanggodo hanya sebut diskon tarif tol sebes ...
Rabu, 04 Jun 2025 09:47 WIB | Nusantara
Pemrov Jawa Tengah bakal bentuk Satgas PHK. Bahkan, keseriusan langkah itu ditunjukkan Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, dengan memberi instruksi ke Dinas Ket ...