Jakarta, bukti.id – ‘Jarimu Harimaumu'. Itu pesan yang harus dicermati bagi pengguna jejaring media sosial (medsos). Apalagi konten atau isi yang diunggah terkategori menghina Presiden. Penjara adalah ganjaran yang harus dilakoni si pelaku.
Ini bukan informasi menakutkan, namun sudah tertuang dalam Draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) terbaru.
Baca juga: Peran Media Sosial Dalam Politik Indonesia
Disebutkan, RKUHP membuka kemungkinan menjerat orang yang menyerang harkat serta martabat presiden dan wakil presiden melalui media sosial, dengan pidana penjara selama 4,5 tahun atau denda paling banyak Rp200 juta.
Kalimatnya tertuang di Pasal 219 Bab II tentang Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden.
Bunyi pasal tersebut, sebagaimana tertuang dalam draf RKUHP, yaitu; “Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV,”.
Sementara itu, penyerangan kehormatan pada harkat dan martabat presiden serta wakil presiden, yang tidak melalui media sosial, bisa dijerat dengan pidana penjara maksimal 3,5 tahun atau denda Rp200 juta. Hal itu tertuang di Pasal 218 ayat 1.
Baca juga: Sebanyak 1.078 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus
Di Pasal 218 ayat 2 kemudian dinyatakan, bahwa tindakan tidak dikategorikan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat jika dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
“Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri,” begitu bunyi Pasal 218 ayat 2, seperti dikutip CNN Indonesia, Jumat (4/6/2021).
Namun, di Pasal 220 menegaskan, bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud di Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan yang bisa dibuat secara tertulis oleh presiden atau wakil presiden.
Baca juga: 121.026 Napi Terima Remisi Khusus, 550 Napi Langsung Bebas
Sekedar informasi, pihak Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkumham) saat ini tengah melakukan sosialisasi RKUHP di 12 kota sejak awal Mei 2021. Dikatakan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej, bahwa 12 kota itu yakni Medan, Semarang, Denpasar, Yogyakarta, Ambon, Makassar, Padang, Banjarmasin, Surabaya, Mataram, Manado, dan Jakarta.
Edward bilang, sosialisasi RKUHP diikuti peserta dari perguruan tinggi, aparat penegak hukum, serta lembaga swadaya masyarakat (LSM). (edd)
Editor : heddyawan