Jakarta, bukti.id – KPU telah mempersiapkan skema simulasi dan penjadwalan proses Pemilu dan Pilkada serentak yang bakal dihelat 2024 mendatang. Langkah KPU ini mendapat respon positif oleh kalangan DPR RI.
“Harapanya, bila skema simulasi tersebut diterapkan, KPU dapat melakukan sosialisasi secara masif sejak dini. Hal itu guna memudahkan masyarakat serta pihak terkait dapat lebih memahami proses pelaksanaan Pemilu Serentak 2024," jelas Wakil Ketua DPR RI M Azis Syamsuddin, dalam keterangan resminya, Selasa (16/2/2021).
Legislator Partai Golkar itu berharap Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat melihat ke belakang terkait kekurangan, serta permasalahan apa saja yang terjadi pada proses Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, baik dari sisi penyelenggaraan dan sebagainya. Sehingga kekurangan Pemilu 2019 dapat diminimalisasi, serta tidak terulang kembali di 2024 nanti.
Azis bilang,” Tentunya dari sisi waktu Pileg, Pilpres dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak pada 2024 nanti sangat berhimpitan dan akan menguras tenaga. KPU harus dapat mempersiapkan kebutuhan personel penyelenggara baik secara fisik, mental, dan teknologi,".
Pimpinan DPR RI Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Korpolkam) itu menginginkan lembaga penyelenggara Pemilu tersebut dapat kembali membuat Peraturan KPU (PKPU) mengenai batas usia kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS), agar lebih dinaikkan. Ditegaskan, hal itu untuk mencegah terjadinya kelelahan, karena jarak yang berhimpitan yang berimbas pada fisik dan waktu.
"Biasanya petugas KPPS di daerah ya itu-itu saja. Saya berharap batas usia maksimal petugas KPPS 45 tahun dan terendah tetap berada di usia 20 tahun,” sarannya.
Legislator asal Dapil Lampung II itu menegaskan, pada Pilkada Serentak 2020, usia terendah 20 tahun dan maksimal usia 50 tahun sebagaimana diatur dalam PKPU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pilkada dalam kondisi Bencana Nonalam Covid 19.
Terkait anggaran dana, Azis mengusulkan anggaran dana saksi dapat dimasukan dalam anggaran pendapatan belanja negara (APBN) 2024. Mengingat tidak semua partai dapat memiliki anggaran saksi yang cukup besar untuk meng-cover secara keseluruhan.
"Langkah ini untuk efisiensi biaya bagi setiap parpol dan mencegah terjadinya perbedaan antara partai besar dan kecil. Jangan sampai ada partai yang tidak memiliki saksi karena tidak sanggup untuk membiayainya," pungkasnya. (har)
Editor : heddyawan