x iklan_super_apps
x iklan_super_apps

mBah Pardi Melawan 'Penguasa' Demi Tanah Hak Miliknya

Avatar bukti.id
bukti.id
Kamis, 17 Feb 2022 21:50 WIB
Peristiwa
bukti.id leaderboard

Mojokerto, bukti.id – Setelah puluhan tahun, tanah yang diyakini menjadi haknya digunakan fasilitas umum (fasum) Desa Wonoploso, kini, mBah Pardi bangkit. Lakukan perlawanan untuk meminta kembali hak atas bidang tanahnya.

Pria berusia 80 tahun warga Desa Wonoploso, Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto ini, tak kenal kata menyerah melawan Kades Wonoploso, Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Mojokerto dan anggota DPRD Kabupaten Mojokerto, Sugeng Hadi Purnomo, dalam mempertahankan tanah miliknya. Hal ini terjadi setelah mBah Pardi meminta kembali tanahnya, yang telah puluhan tahun dimanfaatkan oleh desa sebagai fasum desa.

Bukannya berniat mengembalikan, pemerintah desa (pemdes) setempat malah mengklaim kepemilikan tanah. Bahkan perangkat desa meminta pendampingan hukum dari Setda Kabupaten Mojokerto, untuk melawan mBah Pardi. Parahnya, proses pendampingan diduga cacat secara formil.

Itu lantaran, Benny Winarno SH MH, yang merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak mengantongi surat tugas dari instansi tempat dirinya bertugas. Hal ini sempat menuai protes pada saat pertemuan klarifikasi yang dilakukan di Balai Desa Wonoploso, Rabu (16/2/2022).

“Kapasitas Benny Winarno, kami anggap tidak jelas dalam pertemuan ini. Jika pendampingan ini sebagai tugas dinas resmi, faktanya dia tidak bisa menunjukkan surat tugas dari tampatnya bekerja,” cetus salah seorang kuasa hukum mBah Pardi.

Forum klarifikasi yang dilakukan di Balai Desa Wonoploso berjalan tegang dan alot (foto: ist)

Meski kapasitasnya dianggap tidak jelas, Benny sempat membantah tudingan jika pemdes Wonoploso melakukan penyerobotan tanah dimaksud. Menurutnya, mBah Pardi salah dalam memahami objek tanah yang ada di dalam denah sertifikatnya.

“Itu objek tanah yang di sertifikat pak Pardi, bukan di lapangan bola, tapi di rumahnya yang sekarang ditempati,” jelas Benny kepada semua yang hadir di forum itu.

Melalui kuasa hukumnya, mBah Pardi membantah pernyataan Benny, sembari meminta bukti hak atas tahan yang dimiliki oleh pihak desa. Namun di forum, Benny tak mampu menunjukkan bukti kepemilikan hak atas tanah apapun.

Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mengaku sebagai pegawai Bagian Hukum Setda Kabupaten Mojokerto ini, hanya dapat menguraikan kemungkinan demi kemungkinan, dan terkesan membuang-buang waktu dinas untuk keluar kantor.

“Kalau menurut kami, alasan pihak Desa Wonoploso melalui kuasa hukumnya ini sangat tidak masuk akal, dan terkesan dipaksakan. Dibilang tanah dikuasai untuk fasilitas umum selama lebih dari 20 tahun, padahal tahun 2005 tanah tersebut diagunkan oleh Pardi di BRI Unit Gondang dan diroya pada tahun 2021,” tukas salah seorang Kuasa Pardi dari Aulian Law Firm, Samsul SH.

Diketahui luas tanah mBah Pardi yang kini dimanfaatkan menjadi lapangan sepak bola mencapai 3.000 meter persegi. Hal itu tertera jelas dalam sertifikat hak milik yang diterbitkan Badan Pertanahan Negara (BPN) sekitar tahun 1970-an. Sedangkan tanah yang di atasnya rumah mBah Pardi berdiri, memiliki luas 300 meter persegi lengkap dengan sertifikat hak milik.

Pertemuan untuk klarifikasi berjalan alot. Sejak awal jalannya forum, kesan intimidasi telah terlihat jelas. Bahkan sejumlah jurnalis yang melaksanakan peliputan, diminta tidak boleh mengeluarkan handphone, sebagai salah satu piranti kerja jurnalis untuk merekam dan memfoto.

“Semua handphone disimpan, tidak ada yang boleh merekam,” ujar seorang staf desa, membatasi kerja jurnalis di forum.

Langkah peliputan jurnalis lebih dibatasi lagi, ketika seorang yang mengaku sebagai anggota DPRD Kabupaten Mojokerto turut hadir dan berkomentar. Belakangan diketahui, pria dimaksud bernama Sugeng Hadi Pramono dari Fraksi PDI Perjuangan. Pria itu juga merupakan suami Kepala Desa Wonoploso.

Kuasa hukum mBah Pardi, Samsul SH, memeriksa dan meneken berkas usai klarifikasi di lokasi tanah sengketa. (foto: ist)

Dengan mengenakan sandal jepit, anggota dewan dari Komisi II ini mengaku, memiliki hak yang melekat untuk ada dan berbicara dalam forum. Entah dalam kapasitas sebagai pendamping istri, atau sebagai wakil rakyat yang sedang memperjuangkan hak konstituennya pada forum itu. Hingga berita ini diunggah belum jelas kapasitas dia hadir dan terlibat dalam forum itu.

Terkait kapasitas Benny dalam forum itu, sejumlah jurnalis mengklarifikasi ke Kabag Hukum Setda Kabupaten Mojokerto, Tatang Marhaendrata SH MH.

Tatang mengakui bahwa surat tugas untuk pendampingan hukum memang belum ada. Tatang bilang, kuasa yang dikeluarkan oleh Pemdes Wonoploso sudah cukup.

Ucapan Tatang ini sulit diterima akal sehat, mengingat Perbup Mojokerto nomor 69 tahun 2019 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Tata Kerja Sekretariat Daerah Kabupaten Mojokerto. Dalam Perbup ini, sub bagian Bantuan hukum bertanggung jawab kepada Kabag Hukum yang ada di bawah Asisten I bagian Pemerintahan. Seharusnya dari bagian inilah para pendamping hukum ini menerima mandat tugas dan memberikan pertanggungjawaban mereka. Bukan dari pemdes, seperti yang disampaikan Benny dan Tatang.

Dapat dibayangkan jika para pemberi bantuan hukum Pemkab Mojokerto ini melakukan advokasi di pengadilan tanpa surat tugas. Semoga mBah Pardi bisa menerima kembali hak atas tanah miliknya. Meski harus melawan ‘tembok’ penguasa setempat. (edd)

Editor : heddyawan

bukti.id horizontal
Artikel Terbaru
Kamis, 02 Mei 2024 02:20 WIB | Peristiwa
Pemprov Jatim janji fasilitasi buruh Jatim dialog ke ...
Kamis, 02 Mei 2024 01:05 WIB | Hukum
Mahkamah Konstitusi gelar sidang PHPU sengketa Pileg 2024 dari sejumlah Parpol. ...
Minggu, 21 Apr 2024 19:32 WIB | Seni Budaya
FPK Jatim gelar halal bihalal dihadiri sejumlah seniman dan budayawan. ...