Jakarta, bukti.id – Miris. Kemiskinan di negeri ini perlu perhatian serius pemerintah, ironisnya anggaran dana tersita banyak hanya untuk rapat. Pun nilainya fantastis, Rp500 triliun.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), Abdullah Azwar Anas yang menyebut jika anggaran kemiskinan yang tersebar di kementerian/lembaga (KL) hingga Rp500 triliun habis hanya untuk kegiatan rapat hingga studi banding.
Dengan kata lain, anggaran yang harusnya dipergunakan untuk menekan kemiskinan, tidak dilakukan sebagaimana mestinya.
“Programnya kemiskinan, tapi banyak terserap ke studi banding kemiskinan. Banyak rapat-rapat tentang kemiskinan. Ini saya ulangi lagi, menirukan Bapak Presiden, dan banyak program studi dan dokumentasi kemiskinan sehingga dampaknya kurang,” cetus Anas, dikutip detikcom, Minggu (29/1/2023).
Pengakuan Anas sontak direspon sejumlah kalangan. Anggota DPR RI, misalnya.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menyatakan memang selama ini belanja sosial belum mencerminkan percepatan mengangkat status masyarakat miskin menjadi hidup lebih layak, dan bisa melakukan aktivitas produktif untuk menutupi kebutuhan.
Dari puluhan juta masyarakat miskin yang setiap tahun mendapat bantuan sosial, menurut Marwan, pasti banyak di antara mereka yang mampu berkembang jika diberi bantuan permodalan yang cukup.
“Membicarakan orang miskin, menghabiskan anggaran besar, padahal si miskin itu butuh Rp20 juta saja, keluar dari kemiskinan. Dikasih saja modal yang betul-betul, yang tidak bisa diangkat, itulah yang baru kita santuni,” cetus politisi PKB itu.
Terpisah, di lingkar LSM, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Misbah Hasan mengaku tak heran dengan pernyataan MenPANRB tersebut. Sebab, fenomena anggaran pemerintah triliunan Rupiah habis untuk rapat dan studi banding, merupakan persoalan klasik yang terjadi setiap tahun.
“Pak Azwar Anas pasti tahu persis persoalan ini, karena beliau pernah menjadi Kepala Daerah,” kata Misbah.
Dalam struktur APBN maupun APBD, imbuh Misbah, belanja negara dibagi menjadi tiga, yaitu belanja pegawai, belanja barang/jasa atau belanja habis pakai, dan belanja modal.
Jika dipersentasekan, lanjut dia, belanja pegawai dan belanja barang/jasa porsinya lebih besar di tiap KL. Biasanya, belanja itu ‘bersembunyi’ di balik nama program atau kegiatan yang seakan-akan untuk pengentasan kemiskinan.
“Banyak nama program atau nama kegiatan yang bagus-bagus, dan seakan-akan berpihak kepada masyarakat miskin. Namun, ketika kita tracking lebih dalam ke rincian output hingga komponen, ujung-ujungnya untuk makan/minum dan perjalanan birokrasi,” tukas dia.
Sebaliknya, kata Misbah, anggaran yang betul-betul menyasar masyarakat miskin dan kelompok-kelompok rentan justru sangat minim.
“Untuk itu, pemerintah harus jujur menyampaikan detail informasi anggaran penanggulangan kemiskinan, harus rinci informasinya, bukan gelondongan,” pinta Misbah. (har)
Editor : heddyawan