HAN 2022. Anak Indonesia Harus Bebas Perundungan

bukti.id

Jakarta, bukti.id – Pada peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2022, anggota DPR RI Kurniasih Mufidayati mengingatkan momentum Hari Anak Nasional 2022 sebagai momentum bagi anak Indonesia untuk bebas perundungan atau bullying dan bebas dari konten pornografi.

Apalagi, anggota Komisi IX DPR Fraksi PKS ini menyebut, baru-baru ini, seorang pelajar SD di Tasikmalaya meninggal dunia akibat perundungan fisik, seksual dan mental dari teman-teman sebayanya.

Baca juga: Tugas Wajib Komite Sekolah, Fokus Awasi Penyelenggaraan Pendidikan

Berdasarkan keterangan kepolisian, terduga pelaku mendapatkan paparan konten pornografi sehingga perlu penanganan khusus.

Kurniasih bilang, kasus perundungan yang menyebabkan hilangnya nyawa anak tidak boleh terulang. Negara berkewajiban melindungi segenap tumpah darah dan nyawa setiap warga termasuk anak-anak.

“Nyawa anak-anak teramat sangat berharga. Ini adalah kasus terakhir dari perundungan anak yang menyebabkan hilangnya nyawa generasi. Ini tamparan keras bagi kita semua, alarm darurat perundungan anak telah dibunyikan lantang. Jangan lagi terulang peristiwa perundungan baik fisik, mental, ucapan,” tukas Kurniasih melalui keterangannya, kemarin.

Kurniasih berujar, selain perundungan, anak Indonesia juga sudah mulai masuk darurat konten pornografi. Serangan konten pornografi terbukti telah merusak bukan hanya orang yang terpapar,tetapi juga memakan korban orang lain yang tidak bersalah.

“Setelah kita dikejutkan dengan berbagai kasus pelecehan seksual kini yang terjadi pelakunya juga masih anak-anak dan mereka terpapar konten pornografi. Perilaku terpapar pornografi dengan kasus perundungan saling terkait dan menimbulkan dampak serius,” ujar Kurniasih.

Karenanya, Ketua DPP PKS Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga (BPKK) itu meminta seluruh stakeholder secara serius menciptakan tata aturan yang tegas.

Baca juga: Tes CASN. Bukan Pertarungan Honorer Lawas dengan Fresh Graduate

Kurniasih menilai forum bersama antara sekolah, orang tua dan pemerintah perlu dihidupkan kembali untuk membahas dan memantau tumbuh kembang anak dan dampak lingkungan.

“Rumah harus ramah anak, sekolah harus ramah anak, lingkungan juga harus ramah anak, teapi tidak hanya berhenti di slogan ramah anak, implementasinya yang terpenting sebab anak bukan hanya tanggung jawab satu pihak tapi semua pihak dimana anak banyak beraktivitas,” tandas Kurniasih.

Dikatakan, perundungan sudah menjadi darurat yang perlu penyelesaian luar biasa. Kurniasih meminta perlu dibentuk tim khusus yang terdiri dari lintas sektor untuk mulai memetakan pencegahan hingga proses penanganan jika kasus perundungan terjadi.

Kurniasih mengutip survei nasional pengalaman hidup anak dan remaja (SNPHAR) oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) pada 2018, yang menyebut dua dari tiga anak perempuan atau laki-laki berusia 13-17 tahun pernah mengalami setidaknya satu jenis kekerasan selama hidupnya.

Baca juga: Siap-siap Pemerintah Bakal Buka Tes PPPK Guru

Sedangkan data lain menyebut, tiga dari empat anak-anak dan remaja yang pernah mengalami salah satu jenis kekerasan atau lebih melaporkan pelaku kekerasan adalah teman atau sebayanya.

Selain itu, kasus kekerasan fisik anak juga banyak terjadi. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima sebanyak 2.982 pengaduan masyarakat terkait kasus perlindungan khusus anak pada 2021. Dari jumlah tersebut, paling banyak atau 1.138 kasus anak yang dilaporkan sebagai korban kekerasan fisik dan atau psikis.

“Data-data ini sudah mengindikasikan darurat terhadap perundungan anak, belum lagi kita bicara soal bahaya pornografi. Situasi darurat tidak bisa diatasi dengan penanganan normatif, harus ada tindakan luar biasa dan upaya ekstra dan semua ini bisa dimulai dari inisiatif pemerintah,” pungkas Kurniasih. (hedi)

Editor : heddyawan

Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru