Jakarta, bukti.id – Terhitung September ini, Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini menghentikan Bantuan Sosial Tunai (BST) Rp300 ribu kepada masyarakat terdampak pandemi Covid-19.
Sejak awal, Risma – sapaan karibnya – bilang, jika Kementerian Sosial (Kemensos) hanya merencanakan program BST selama empat bulan, yakni Januari-April 2021, untuk membantu masyarakat yang terdampak kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Kemudian, Program BST diteruskan selama dua bulan, pada Mei-Juni, sebab ada PPKM darurat dan gerak masyarakat masih terbatas. Penyaluran BST hanya disebabkan jika terjadi kegawatdaruratan di masa pandemi Covid-19.
“Sudah, saya enggak berani. Itu emang BST penyalurannya disebabkan untuk pandemi,” terang Risma, dilansir dari Antara, Selasa (21/9/2021).
Diketahui, BST merupakan bansos yang dikeluarkan Kemensos dalam masa PPKM darurat. Besaran BST senilai Rp300 ribu yang disalurkan oleh PT Pos Indonesia ke penerima bantuan.
Total seluruh Indonesia, sebanyak 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM) mendapat BST Covid-19. Kemensos juga memberikan bansos PPKM berupa beras, untuk warga terdampak Covid-19 di Jawa-Bali pada periode Juni-Agustus kemarin.
Dengan dihapusnya BST, kini bansos Kemensos kembali pada dua program reguler, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH).
Risma menyebutkan, strategi Kemensos mengakselerasi penanganan kemiskinan, bertumpu pada dua pilar utama, yaitu meningkatkan pendapatan dan mengurangi pengeluaran.
Risma berujar, peningkatan pendapatan dilakukan dengan menghidupkan ‘mesin kedua' perekonomian, dan pelakunya bisa ibu atau bapak di dalam rumah tangga.
“Untuk menghidupkan ‘mesin kedua’ bisa dilakukan dengan memberikan kesempatan kerja atau meningkatkan kemampuan kewirausahaan. Dengan demikian, dalam keluarga tersebut pasangan suami istri sama-sama memiliki kegiatan produktif,” ungkap Risma, saat Rapat Kerja dengan Komite III DPD RI di Jakarta, baru-baru ini.
Ilustrasi. Seorang perempuan penerina BST (foto: net)
Dalam forum tersebut, Risma menyampaikan, pemerintah fokus pada program untuk menekan pengeluaran keluarga miskin dan rentan seperti pengeluaran sehari-hari yang menyangkut kebutuhan sandang, pangan dan papan.
“Di sini pemerintah mengurangi beban ekonomi melalui keberpihakan penerapan kebijakan subsidi secara proporsional dan dengan bantuan sosial yang mencakup kebutuhan pokok (sembako) dan kesehatan serta pendidikan,” urai Risma.
Demi meningkatkan pendapatan, Kemensos menghubungkan penerima manfaat yakni pemulung, gelandangan dan pengemis dengan dunia kerja, melalui peningkatan kewirausahaan sosial.
Untuk mengurangi biaya sekolah, serta perawatan kesehatan ibu hamil dan balita, Kemensos mengintervensi keluarga miskin dengan PKH.
“Dalam PKH ada komponen anak sekolah, pemeriksaan kesehatan untuk ibu hamil dan balita,” ujar Risma seraya menambahkan selain PKH, Program Kartu Sembako atau BPNT disalurkan untuk pemenuhan kebutuhan pokok. Kedua bansos memberikan bantuan dana kepada KPM.
Dua strategi tersebut disusun dengan latar belakang pemikiran bahwa kebijakan percepatan penanganan kemiskinan tidak bisa berjalan tanpa titik akhir. Agar targetnya tercapai, kata Risma, Kemensos perlu menyiapkan daya ungkit program (laverage).
“Kalau dia sehat dan mampu secara fisik, maka bisa diberikan akses kepada dunia kerja maupun dengan meningkatkan kemampuan vokasional,” jelas Risma.
Seiring dengan itu, mantan Wali Kota Surabaya ini mengatakan jika telah mendirikan Sentra Kreasi Atensi (SKA), yang berdiri di delapan balai milik Kemensos. Itu merupakan tempat bagi para Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) yang telah mendapatkan pelatihan.
Di tempat itu, mereka akan diberi kesempatan memasarkan produk hasil kreasinya untuk mendirikan dan mengelola usaha seperti kafe, laundry, tata rias, salon, warung, usaha kuliner dan galeri jahit.
Hal yang lain, yakni terkait perbaikan data, Risma menyampaikan terobosan dalam meningkatkan akurasi data. Salah satunya dengan menambahkan fitur ‘usul' dan ‘sanggah' pada Aplikasi Cek Bansos.
Kata Risma, aktivasi dua fitur tersebut adalah solusi dari permasalahan data selama ini, yakni adanya orang yang berhak mendapatkan bantuan tapi tidak dapat (exclusion error), dan ada yang tidak berhak tapi mendapatkan bantuan (inclusion error).
“Ini juga merupakan upaya untuk terus mendorong ketepatan penyaluran bantuan sosial,” imbuh dia.
Cara tersebut dipercaya memberikan transparansi, khususnya kepada masyarakat yang merasa berhak mendapat bantuan namun tidak mendapatkan, dengan mengakses fitur ‘usul'. Atau memberikan informasi bila mengetahui seseorang tidak layak namun mendapat bansos dengan mengakses fitur ‘sanggah'. (hed)
Editor : heddyawan