x iklan_super_apps
x iklan_super_apps

Penerapan PPN Perdagangan Digital Butuh Kehati-hatian Pemerintah

Avatar bukti.id
bukti.id
Jumat, 12 Jun 2020 11:11 WIB
Wakil Rakyat
bukti.id leaderboard

Jakarta, bukti – Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan menyebut, implementasi pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) digital untuk perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) di tengah pandemi Covid-19, merupakan waktu yang sangat tepat. Mengingat, disinyalir ada sejumlah persoalan dalam penerapan pengenaan PPN digital atas produk PMSE.

“Pemerintah harus berhati-hati menerapkannya. Pasalnya, traffict digital di Indonesia pasti meningkat karena adanya kebijakan work from home (WFH)," ujar dia dalam keterangan resmi, kemarin.

Legislator yang akrab dipanggil Hergun menjelaskan, potensi penerimaan dari pajak digital, dihitung dari proyeksi pendapatan perusahaan terkait dalam setahun, dan dikalikan PPN 10% dengan asumsi tingkat kepatuhan pajak sebesar 50%, potensi penerimaan pajak tersebut bisa mencapai Rp530 miliar.

"Jumlah tersebut cukup besar bagi penerimaan negara, terlebih di tengah pandemi Corona seperti saat ini. Namun, perlu diingat, ada beberapa poin yang menjadi persoalan di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 48/2020 yang akan diberlakukan 1 Juli nanti,” imbau Hergun.

Kader Partai Gerindra menjabarkan, pertama, yakni pelaku usaha yang dari luar negeri seperti Zoom, Netflix dan sebagainya, bisa menekan pemerintah dari masing-masing negaranya untuk melakukan intervensi.

"Terutama pelaku usaha digital dari China yang memang pemerintahnya memiliki peran besar," imbuhnya.

Kedua, dengan adanya bukti bahwa kegiatan pelaku usaha PMSE mempunyai significant economic presence, maka implementasinya harus dilakukan dengan sangat hati-hati.

"Data yang pasti hanyalah dimiliki oleh perusahaan, negara mungkin hanya bisa memperkirakan, harus benar-benar harus tepat sasaran," ujar dia.

Ketiga, data digital merupakan barang tak kasat mata, bukan seperti aset atau barang yang berwujud. Makanya, pemerintah harus lebih detail mengetahui transparansi transaksi digital dari setiap konsumen.

"Keempat, pemerintah perlu menghitung dampak perpindahan konsumen ke berbagai situs yang masih bebas menjual tanpa ada kewajiban PPN," tukas dia.

Karena itu, Hergun meminta agar pemerintah dapat memilih transaksi digital mana dulu yang harus dikenakan PPN, serta mana yang harus dibiarkan layanannya berjalan tanpa PPN. Hal itu guna memberikan produk yang murah kepada  masyarakat.

“Artinya, dalam penerapan awal nanti pemerintah bisa melakukannya secara bertahap, sesuai dengan produk prioritas yang bisa dikenakan PPN agar masyarakat bisa menyesuaikan diri secara perlahan,” ujar dia.

Karena, tambah Hergun, dimungkinkan masih ada celah di dalam PMK bagi transaksi PMSE, maka pemerintah harus memperhatikan setiap detail yang bisa berpotensi menjadi masalah di kemudian hari, terutama terkait perusahaan-perusahaaan besar dari luar negeri.

"Pemerintah harus lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Niat menambah pajak, jangan sampai malah merugikan dengan memicu negara lain menerapkan hal yang lebih besar, dan memberikan dampak negatif bagi Indonesia," urai dia.

Penerbitan PMK 48/2020, kata dia, bertujuan menambah penerimaan pajak, dimaksudkan untuk melengkapi UU PPN dan aturan pelaksanaan yang sudah ada, khususnya memberikan dasar hukum untuk menunjuk pelaku usaha luar negeri sebagai pemungut PPN atas penjualan produk digitalnya. Hal ini sebagaimana dilakukan negara lain yang terlebih dahulu menerapkan.

Namun, sebelum itu pemerintah, dalam hal ini otoritas pajak harus melakukan pendekatan dan komunikasi dengan perwakilan yurisdiksi yang merupakan pelaku usaha yang berasal dari luar negeri. Misalkan Amerika Serikat, Australia, China, Hong Kong, India, Inggris, Jepang, Singapura, Swedia, dan Thailand, termasuk anggota-anggota perusahaan dari US Chamber, US Asean Business Council (USABC) dan European Chamber.

Hergun bilang, pemerintah juga harus menyosialisasikan mekanisme, ketentuan dan kriteria Significant Economic Presence (SEP), Bentuk Usaha Tetap (BUT), tarif pajak PTE, dan ketentuan administrasi lainnya seperti pendaftaran, pelaporan, penyetoran, dan sanksi. Tentunya, kesederhanaan dan kepastian hukum dalam pemenuhan kewajiban administrasi PPN atas PMSE akan mendorong kepatuhan sukarela yang tinggi dari Wajib Pajak. (ari)

Editor : Redaksi

bukti.id horizontal
Artikel Terbaru
Selasa, 07 Mei 2024 04:08 WIB | Hukum
KPK resmi tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor atas dugaan kasus pemotongan insentif ASN Pemkab Sidoarjo. ...
Kamis, 02 Mei 2024 02:20 WIB | Peristiwa
Pemprov Jatim janji fasilitasi buruh Jatim dialog ke ...
Kamis, 02 Mei 2024 01:05 WIB | Hukum
Mahkamah Konstitusi gelar sidang PHPU sengketa Pileg 2024 dari sejumlah Parpol. ...