x iklan_super_apps
x iklan_super_apps

RUU Omnibus Law Dinilai Inskonstitusional

Avatar bukti.id
bukti.id
Senin, 05 Okt 2020 11:53 WIB
Hukum
bukti.id leaderboard

Jakarta, bukti.id – Sejumlah serikat pekerja yang merupakan afiliasi global unions federations, menyatakan kecewa terhadap hasil pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja tingkat pertama, pada Sabtu (3/10/2020). Pada forum itu mayoritas fraksi di DPR RI dan pemerintah, sepakat untuk melanjutkan pembahasan ke tingkat II di Sidang Paripurna DPR RI.

Serikat pekerja tersebut adalah FSPM dan FSBMM – afiliasi dari The International Union of Food, Agricultural, Hotel, Restaurant, Catering, Tobacco and Allied Workers’ Associations (IUF); SERBUK Indonesia – afiliasi dari Building and Wood Worker’s International (BWI); PPIP dan beberapa serikat lain – afiliasi dari Public Service International (PSI); FSP2KI – afiliasi IndustriALL Global Union (IndustriAll), serta FBTPI – afiliasi dari International Transport Workers’ Federation (ITF).

Karena itu, FSPM, FSBMM, PPIP, Indonesia, SERBUK, dan FSP2KI mendapat dukungan penuh dari afiliasi di tingkat internasional, dimana BWI, IUF, IndustriAll, ITF dan PSI mewakili lebih dari 110 juta anggota di dunia, siap untuk melakukan perlawanan bersama untuk menolak Omnibus Law, dan menyerukan lima hal pokok.

Yakni, Menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja dengan tidak   II dalam rapat paripurna DPR RI, apalagi mengesahkannya menjadi undang-undang.

Memastikan bahwa UU No 13/2003 tidak boleh diubah atau dikurangi. Kalaupun ada penguatan hanya sebatas pada fungsi pengawasan pelatihan, pendidikan dan sebagainya sehingga akan sesuai dengan kondisi sekarang.

Merundingkan kembali dan membuka dialog konstruktif dengan serikat pekerja untuk mencapai dan membahas masalah yang tidak tercakup dalam UU Ketenagakerjaan No.13/2003.

Memastikan pasal-pasal di dalam sub-klaster Ketenagalistrikan yang sudah mendapat putusan dari Mahkamah Konstitusi tidak dihidupkan lagi dalam RUU Cipta Kerja.

Mendukung agenda buruh Indonesia yang akan melakukan mogok nasional pada tanggal 6, 7, dan 8 Oktober 2020.

Secara tegas masing-masing perwakilan menyatakan penolakan. Presiden FSBMM, Dwi Haryoto mengatakan, perubahan yang fundamental dari undang-undang dan peraturan yang mempengaruhi setiap warga negara dan buruh di Indonesia tidak boleh dipaksakan di tengah kondisi pandemi dan krisis yang semakin memburuk seperti ini.

“Perubahan besar pada hukum membutuhkan perdebatan dan diskusi dalam situasi atau lingkungan yang memungkinkan adanya kebebasan berbicara, kebebasan berkumpul, dan kebebasan berekspresi. Dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini, hal ini tidak mungkin dilakukan,” tukas dia.

Hal senada juga disampaikan Ketua Umum FBTPI, Salman yang menyatakan jika sebagai warga negara dan pekerja, serikat pekerja menilai tidak diberi kesempatan untuk berpartisipasi penuh dalam memperdebatkan undang-undang yang akan mempengaruhi kehidupan kita selama beberapa dekade mendatang.

“Karena itu, omnibus law harus dihentikan dan diskusi lebih lanjut harus dilakukan setelah pandemi ini berakhir, ketika kita dapat berbicara dan berpartisipasi dengan bebas,” tegas dia.

Lain lagi dengan penyataan Ketua Umum PPIP, PS Kuncoro menegaskan, jika RUU Omnibus Law ini di sahkan menjadi undang-undang, maka akan berpotensi melanggar tafsir konstitusi, terutama dalam subklaster ketenagalistrikan, dimana putusan MK No. 111/PUU-XIII/2015, tidak digunakan sebagai rujukan pada UU Cipta Kerja. Hal ini akan mengakibatkan adanya pelanggaran UUD 1945 NRI Pasal 33 ayat (2), dimana tenaga listrik yang merupakan cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak tidak lagi dikuasai negara, yang ujungnya berpotensi akan mengakibatkan kenaikan tarif listrik ke masyarakat.

“Selain itu, RUU Omnibus law dinilai akan menciptakan ancaman terbukanya kemungkinan lingkungan dan sumber daya alam Indonesia untuk dieksploitasi oleh korporasi swasta/profit. Tanpa aturan yang jelas, lingkungan alam kita hanya akan menjadi peluang bisnis dan akan dihancurkan untuk mencapai keuntungan semata,” cetus dia.

Ditambahkan oleh Presiden FSPM, Husni Mubarok, RUU Cipta Kerja memberikan janji semu akan tersedianya lebih banyak pekerjaan di masa depan. Pekerjaan macam apa yang diciptakan? RUU Cipta Kerja justru akan mengurangi jaminan akan pekerjaan dan memungkinkan pengusaha untuk mengeksploitasi lebih banyak pekerja kontrak dengan upah rendah dan pekerjaan outsourcing di semua sektor.

“Di samping itu, pekerjaan yang tersedia adalah pekerjaan dengan upah rendah yang terjamin, tapi tanpa ada masa depan. Pekerjaan ini adalah pekerjaan yang tidak permanen yang didasarkan pada rasa takut untuk mendapatkan pekerjaan kontrak berikutnya,” imbuh dia.

Sementara, Presiden FSP2KI, Hamdani berpendapat bahwa RUU Cipta kerja juga mengancam akan dihilangkannya cuti berbayar, termasuk hak-hak yang mengikuti cuti melahirkan yang begitu penting bagi kesehatan dan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.

“Dengan begitu banyaknya kerusakan pada sistem kesehatan masyarakat Indonesia di masa pandemi ini, mengapa pemerintah malah ingin menyerang kesehatan dan kesejahteraan kita?” ujar Hamdani melempar tanya.

Di bagian akhir, Ketua Umum SERBUK Indonesia, Subono menilai, pekerjaan baru yang dijanjikan oleh omnibus law ini bukanlah pekerjaan nyata. Itu adalah pekerjaan berupah murah dan bersifat sementara.

“Dalam krisis ekonomi akibat pandemi ini, kita membutuhkan adanya percepatan pemulihan ekonomi. Pemulihan ekonomi ini tidak datang dari investasi asing yang masuk ke Indonesia untuk mengeksploitasi tenaga kerja outsourcing, mengambil sumber daya alam dan merusak lingkungan kita,” ujar dia.

Subono bilang, “Kita tidak dapat pulih secara ekonomi dengan dasar upah murah dan pekerjaan yang tidak terjamin. Hanya pembelanjaan domestik dengan dasar pekerjaan tetap dan upah layak yang dapat membantu Indonesia pulih dari pandemik,”. (hea)

Editor : heddyawan

bukti.id horizontal
Artikel Terbaru
Kamis, 02 Mei 2024 02:20 WIB | Peristiwa
Pemprov Jatim janji fasilitasi buruh Jatim dialog ke ...
Kamis, 02 Mei 2024 01:05 WIB | Hukum
Mahkamah Konstitusi gelar sidang PHPU sengketa Pileg 2024 dari sejumlah Parpol. ...
Minggu, 21 Apr 2024 19:32 WIB | Seni Budaya
FPK Jatim gelar halal bihalal dihadiri sejumlah seniman dan budayawan. ...