x iklan_super_apps
x iklan_super_apps

Politisi NasDem Desak Pemerintah Kaji Ulang Kenaikan Iuran BPJS

Avatar bukti.id
bukti.id
Jumat, 15 Mei 2020 06:41 WIB
Kabar Partai
bukti.id leaderboard

Jakarta, bukti – Kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan oleh pemerintah, memantik reaksi politisi NasDem, Sri Wulan. Dia menilai pemerintah tidak sensitif dengan menaikkan tarif iuran BPJS, apalagi di tengah pandemi Covid-19. Karena itu, Sri mendesak pemeritah mengkaji ulang kebijakan itu dengan melihat situasi yang lebih relevan.

“Situasi saat ini telah membuat 2,8 juta pekerja Indonesia terancam PHK dan angka pengangguran diprediksi meningkat. Belum lagi, usaha-usaha kecil penopang ekonomi warga juga terdampak Covid-19,” tukas Sri Wulan, dalam keterangan di Jakarta, Kamis (14/5/2020).

Dia menyebut, jika pemerintah saja mengatakan ekonomi baru akan kemungkinan mulai pulih pada tahun 2021, maka perkiraan yang sama semestinya dipakai juga sebelum menaikkan iuran BPJS. Kenaikan iuran tersebut juga akan memberikan dampak terhadap APBN.

“Meningkatnya jumlah pengangguran dan warga miskin, otomatis harus ditanggung oleh pemerintah. Karena berkaitan dengan hak warga negara yang harus dilindungi berdasarkan undang-undang,” terang dia. 

Sri Wulan bilang, pemerintah seharusnya mempertimbangkan hal tersebut sebelum meningkatkan iuran BPJS. Kenaikan iuran BPJS sangat mungkin dilakukan setelah situasi kembali normal dengan diawali perbaikan tata kelola terlebih dahulu.

Lebih jauh dia mengatakan, postur ABPN 2020 dan 2021 saja sudah harus disesuaikan dengan kondisi pandemi dan pertumbuhan ekonomi paska pandemi. Anggaran belanja sudah digeser kesana-kemari sehingga benar-benar harus dipertimbangkan dampak kenaikan iuran BPJS ini terhadap APBN, agar defisit anggaran kita tidak berbahaya.

“Putusan MA soal pembatalan Iuran BPJS yang lalu terdapat pesan tegas, bahwa kenaikan iuran harus mempertimbangkan aspek yuridis, sosiologis dan filosofis dari adanya sistem jaminan sosial nasional (SJSN). Aspek itu masih belum berubah dan harus tetap menjadi patokan kebijakan pemerintah,” urainya.

Sri Wulan menyebut, jika merujuk putusan MA maka warga tidak boleh dibebankan dengan kenaikan iuran akibat kesalahan dan kecurangan yang dilakukan pengelola BPJS.

“Putusan MA yang membatalkan kenaikan iuran BPJS itu, memberi 2 catatan serius,” ingat dia, seraya menambahkan catatan dimaksud. Yakni, Pertama, tidak berfungsinya Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) untuk merumuskan kebijakan umum dan singkronisasi penyelenggaraan SJSN. Kedua, kesalahan dan kecurangan dalam pengelolaan dan pelaksanaan program jaminan sosial.

Kenaikan iuran BPJS dalam situasi penurunan ekonomi akibat pandemi covid-19, imbuh Sri Wulan, bisa menjadi bola liar di publik. Upaya pemerintah untuk menghalau dampak lanjutan dari penurunan ekonomi yang tajam akibat pandemi lewat berbagai insentif bisa terancam gagal. (ihs)

Editor : Redaksi

bukti.id horizontal
Artikel Terbaru
Selasa, 07 Mei 2024 04:08 WIB | Hukum
KPK resmi tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor atas dugaan kasus pemotongan insentif ASN Pemkab Sidoarjo. ...
Kamis, 02 Mei 2024 02:20 WIB | Peristiwa
Pemprov Jatim janji fasilitasi buruh Jatim dialog ke ...
Kamis, 02 Mei 2024 01:05 WIB | Hukum
Mahkamah Konstitusi gelar sidang PHPU sengketa Pileg 2024 dari sejumlah Parpol. ...